Kamis, 17 Desember 2015

Self Therapy

23 Mei 2015
Fasilitator        : Mas Andi
Notulen           : Husna Sholihah
Psychology Learner

Self Therapy

A.    Self
Menurut teori Psikoanalisis Symond dalam bukunya  yang berjudul : The Ego and The Self (1951)memberi batasan Ego sebagai suatu kelompok proses, yaitu proses-proses mengamati, mengingat dan berfikir, yang perlu untuk membuat dan melaksanakan rencana tindakan untuk mencapai kepuasan sebagai response terhadap dorongan dari dalam, dan self sebagai cara-cara bagaimana seseorang bereaksi terhadap dirinya sendiri.

B.     Therapy
Therapy atau pengobatan adalah remeditasi masalah kesehatan, biasanya mengikuti diagnosis. Orang yang melakukan terapi disebut sebagai terapis. Dalam bidang medis, kata terapi sinonim dengan pengobatan. Sedangkan dalam psikologi, kata ini mengacu kepada psikoterapi.
1.      Terapi pencegahan atau terapi Profilaksis
Adalah pengobatan yang dimaksudkan untuk mencegah munculnya kondisi medis. Sebagai contoh adalah banyaknya vaksin untuk mencegah infeksi penyakit.
2.      Terapi Abortive
Adalah pengobatan yang untuk menghentikan kondisi medis dari perkembangan lebih lanjut. Pengobatan yang dilakukan pada tanda-tanda paling awal dari munculnya penyakit, seperti gejala migrain.
3.      Terapi Supportive
Adalah suatu terapi yang tidak merawat atau memperbaiki kondisi yang mendasarinya, melainkan meningkatkan kenyaman pasien.

C.    Pendekatan dalam Self Therapy
1.      Pendekatan Behavioristik
Menitik beratkan peranan lingkungan, peranan dunia luar sebagai faktor penting dimana seseorang dipengaruhi relaksasi, lahan kepekaan, penguasaan diri.
2.      Pendekatan Kognitif
Terapi yang menggunakan pendekatan terstuktur, aktif dan rektif untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, depresi.
Mengubah pola pikir dari negatif menjadi positif.

Distorsi Kognitif
Dalam karya aslinya tentang depresi, Beck (1967) mengidentifikasi beberapa distorsi kognitif yang signifikan yang dapat diidentifikasi dalam proses berfikir orang yang depresi.
Freeman (1987) dan DeRubies, Tang dan Beck (2001) membahas berbagai distorsi kognitif umum yang ditemukan pada gangguan psikologis yang berbeda. Yaitu:
1.      All-or-nothing thinking
Dengan berfikir bahwa sesuatu harus baik dan persis seperti apa yang kita inginkan atau itu sebuah kegagalan.
2.      Selektif Abstraksi (Selective Abstraction)
Kadang-kadang manusia memilih ide atau fakta dari suatu peristiwa untuk mendukung pemikiran mereka menjadi depresu atau negatif.
3.      Membaca Pikiran (Mind Reading)
Hal ini mengacu pada gagasan bahwa kita tahu apa yang orang lain pikirkan tentang kita.
4.      Prediksi Negatif (Negative Prediction)
Ketika seseorang percaya bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi, dan tidak ada bukti yang mendukung hal ini, ini merupakan prediksi negatif.
5.      Sebagai bencana (Catastrophizing)
Dalam distorsi kognitif, individu membayangkan suatu aktifitas mereka terjadi kekhawatiran dan menjadikan mereka takut.
6.      Generalisasi yang berlebihan (Overgeneralization)
Membuat aturan berdasarkan beberapa kejadian negatif, individu mendistorsi pemikiran mereka melalui generalisasi yang berlebihan.
7.      Pelabelan dan mislabeling (Labeling and Mislabeling)
Sebuah pandangan negatif tentang diri sendiri yang diciptakan oleh diri sendiri berdasarkan kesalahan dan kecerobohan.
8.      Pembesaran atau minimalisasi (Magnification or Minimization)
Distorsi kognitif dapat terjadi ketika individu memperbesar ketidaksempurnaan dan meminimalisasikan poin yang baik. Mereka yang menyebabkan kesimpulan dan mendukung kepercayaan yang rendah diri dan perasaan depresi.
9.      Personalisasi (Personalization)
Mengambil suatu peristiwa yang tidak berhubungan dengan individu yang membuatnya bermakna menghasilkan distorsi kognitif personalisasi.

D.    Macam macam Self Therapy
1.      Terapi Tingkah Laku
Tujuannya untuk menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tokoh tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif  bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikiatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif, dan memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya terdapat respon-respon yang layak, namun belum dipelajari.
Manfaatnya :
a.       Meningkatkan perilaku
b.      Menurunkan perilaku
c.       Reinforcement positif : memberi penghargaan terhadap tingkah laku
d.      Reinforcement negatif : mengurangi stimulus aversi
e.       Punishment : memberi stimulus aversi
f.       Respons cost : menghilangkan atau menarik reinforcer
2.      Terapi Alam Bawah Sadar
“Anda mungkin mempunyai keinginan untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik atau menghilangkan kebiasaan buruk. Tapi sejauh ini, itu hanya sebatas keinginan saja, Anda belum berhasil untuk mewujudkannya. Apakah Anda tahu bahwa masalahnya adalah hanya satu: keinginan Anda belum masuk kedalam pikiran bawah sadar. Sekuat apapun keinginan Anda, jika hanya masih dalam pikiran sadar Anda maka sangat sulit untuk mewujudkan keinginan Anda. Solusinya adalah: kondisikan otak Anda pada frekwensi Alpha. Pada saat ini, otak sengat sensitif untuk menerima sugesti baik berupa Visualisasi maupun Afirmasi yang Anda lakukan. Ketika Anda telah melakukan ini, maka saat itu juga keinginan Anda masuk pada alam bawah sadar. Ulangi teknik ini beberapa kali, sampai Anda benar-benar mempunyai keyakinan penuh bahwa keinginan Anda akan tercapai.”
Pada saat otak pada gelombang Alpha, maka saat itulah otak sangat mudah untuk menerima sugesti-sugesti positif. Sugesti-sugesti tersebut di terima otak dan masuk pada alam bawah sadar. Kita dapat  untuk hidup lebih baik dengan melakukan Self-programming, yaitu melakukan perubahan dengan usaha diri kita sendiri.
Salah satu yang  paling potensial adalah merubah karakter negatif/buruk  (yang tidak kita sukai) menjadi karakter positif yang mungkin tanpa kita sadari telah terjadi pada diri kita bertahun-tahun, cukup dengan menggabungkan terapi gelombang dan serangkaian afirmasi/visualisasi maka terapi ini akan bekerja untuk kita.
3.      Terapi Aura
Aura adalah biasan atau pancaran warna yang melingkari tubuh kita, setiap warna yang terpancar dari tubuh kita mempunyai arti berbeda - beda, sesuai dengan warna aura yang di pancarkan. Namun jika kita bisa memancarkan aura positif maka kita bisa menjadi orang yang berkualitas, baik itu kecerdasan, kecantikan, ketampanan, kesuksesan, kharisma, maupun kesehatan.
Aura Atau Pancaran cahaya yang menyelimuti dalam tubuh kita, mempunyai arti tersendiri, dimana warna tersebut bibsa mewakili dari sikap dan karaketer seseorang pada saat itu. Warna Aura seseorang selalu berubah setiap saat tergantung kondisi orang pada saat itu, ketika orang mempunyai warna aura yang cerah dan terang itu berarti aura positif sedang menyelimuti dirinya, sedangkan ketika orang mempunyai aura yang gelap itu berarti aura negatif sedang menyelimuti dirinya. Namun hal tersebut belum tentu menjadi patokan orang yang mempunyai aura positif tidak selamanya positif, aura positif bisa berubah menjadi negatif sesuai dengan kondisi dan keadaan orang tersebut.
Tidak semua orang dapat melihat aura yang membungkus tubuh manusia. Hanya orang-orang yang mempunyai kelebihan tertentu yang dapat melihat warna aura pada dirinya dan orang lain. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan bagi kita untuk dapat merasakan aura yang terpancar dalam diri kita.
Terapi musik yang kita dengarkan akan selalu mengalirkan pesan positif untuk otak kita dan gelombangnya selalu bekerja meskipun saat menggunakannya kita dalam keadaan terlelap atau tidur. Sehingga tubuh akan merespon segala perintah yang diterima dari aliran positif ini kemudian menjadikan positif juga untuk tingkah laku dan perilaku. Dengan adanya getaran positif dalam otak, kita akan dapat merasakan adanya aura positif dalam diri.
Terapi Aura dapat bermanfaat seperti:
1. Disenangi banyak orang. Gampang jodoh bagi yang sulit cari pasangan hidup.
2. Aura muka selalu segar, cerah dan ceria, Penampilan lebih menarik/awet muda.
3. Melancarkan bisnis, karier, melamar pekerjaan dan segala urusan.
4. Menyingkirkan hawa sial/ tidak beruntung/ rintangan hidup.
5. Terhindar dari kejahatan (copet, rampok, sihir, santet, gendam dll).
6. Mencegah stress, menjaga kesehatan.
7. Selalu mempunyai ide-ide cemerlang (inovatif).




Warna-warna Aura, yang memiliki ciri-ciri emosional tertentu:
a.       Ungu                     : tingkat pencapaian kerohanian, hubungan Illahi, mistik. Terletak pada kelenjar pituitari atau ubun-ubun.
b.      Nila                       : kebijaksanaan mendalam, bersifat seni, penguasaan diri dan selaras dengan alam. Terletak di kelenjar pineal atau jidat.
c.       Biru                       : bermental kuat, kecerdasan dan pemikir nalar.
d.      Biru gelap              : merupakan sifat curiga. Terletak di otak.
e.       Hija                       : keseimbangan, harmoni, penyembuhan dan mudah menyesuaikan diri.
f.       Hijau gelap            : penuh tipuan, licik. Terletak di leher.
g.      Kuning                  : kasih sayang, baik hati, belas kasihan dan optimis
h.      Kuning gelap         : curiga dan tamak. Terletak di jantung.
i.        Orange                  : energi dan kesehatan tubuh, berhubungan dengan penyakit dan vitalitas fisik yang rendah.
j.        Orange gelap         : memperlihatkan kecerdasan yang rendah. Terletak di lambung dan limpa.
k.      Merah                    : kehidupan jasmaniah, ambisi dan penuh birahi.
l.        Merah gelap          : ganas dan penuh nafsu.
m.    Merah muda          : kasih tanpa pamrih, kelembutan hati, sopan santun. Terletak di bawah pusar.
n.      Coklat                   : pelit, mementingkan diri sendiri dan egois.
o.      Abu-abu                : kemurungan, energi rendah dan rasa takut.
p.      Hitam                    : jahat, culas dan bermaksud buruk.
q.      Putih                      : menunjukan tingkat kerohanian yang tinggi.
r.        Perak                     : energi tinggi dan sangat berguna.
s.       Emas                     : diri yang luhur dan pencapaian kerohanian yang tinggi.








4.      Terapi Pernafasan
5 Elemen pada manusia adalah jiwa, hati, pikiran kausal / luhur, pikiran astral / bijak, dan pikiran fisik. Energi kelima elemen ini direfleksikan melalui elemen Eter, Udara, Api, Air, dan Bumi:
*       Elemen Eter merefleksikan energi dari jiwa, yaitu melalui organ otak dan panca indra.
*       Elemen Udara merefleksikan energi dari hati, yaitu melalui organ jantung dan paru-paru.
*       Elemen Api merefleksikan energi dari pikiran luhur, yaitu melalui organ hati dan lambung.
*       Elemen Air merefleksikan energi dari pikiran bijak, yaitu melalui organ darah, usus, ginjal, dan pankreas.
*       Elemen Bumi merefleksikan energi dari pikiran fisik, yaitu melalui organ tulang dan sumsum tulang.
Pada waktu bayi, kelima elemen ini semuanya bernapas, termasuk seluruh sel tubuh dan paru-paru pada tubuh fisik. Tetapi dengan bertambahnya usia, satu persatu elemen ini mulai berhenti bernapas. Sel tubuh juga ikut berhenti bernapas, dan paru-paru juga semakin sedikit bernapas. Terapi pernapasan 5 Elemen membantu agar kelima elemen beserta seluruh sel tubuh dan paru-paru kembali bisa bernapas optimal.
Efek negatif Pernapasan yang kurang bagus pada Kesehatan:
Pernapasan yang pendek dan tidak seimbang antara hidung kiri dan kanan merupakan contoh pernapasan yang kurang baik. Berbagai efek negatif dari pernapasan yang kurang baik terhadap kesehatan adalah:
v  Stres
v  Susah tidur atau insomnia
v  Konsentrasi menurun
v  Paru-paru lemah dan tidak bisa memperoleh cukup oksigen.
v  Jantung lemah, karena kurang oksigen dan tidak kuat memompa darah
v  Pusing, tekanan darah rendah, karena darah kurang oksigen, serta tidak lancar mengalir ke kepala
v  Gejala sesak napas atau asma
v  Stamina menurun
v  Hormon dan enzim tidak seimbang,  sehingga menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan kanker
Berbagai efek negatif ini bisa diatasi dengan berlatih pernapasan sehat.

Efek Positif Pernapasan yang Sehat:
Dengan berlatih pernapasan sehat 5 elemen, maka orang akan bertambah sehat dan memperoleh berbagai manfaat berikut:
v  Napas menjadi lebih seimbang antara hidung kiri dan hidung kanan
v  Stres akan hilang dan rasa bahagia meningkat
v  Meningkatkan konsentrasi
v  Tidur nyenyak bertambah lama
v  Volume paru-paru bertambah dan memperoleh cukup oksigen.
v  Jantung bertambah kuat, karena memperoleh cukup oksigen dan semakin kuat memompa darah
v  Pusing, tekanan darah menjadi normal, pusing hilang, karena darah cukup oksigen, serta lancar mengalir ke kepala
v  Gejala sesak napas akan hilang
v  Stamina meningkat

v  Hormon dan enzim menjadi lebih seimbang, sehingga meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan kanker

Proposal Penelitian 'Problematika Komitmen Cinta dan Persahabatan'

PROPOSAL PENELITIAN
“PROBLEMATIKA KOMITMEN CINTA DAN PERSAHABATAN”

http://idutimut24.files.wordpress.com/2013/12/1002023_703305949693001_1042368809_n.jpg

Disusun Oleh :
1.      Putri Ziana W.       (J01214020)
2.      Husna Sholihah     (J71214041)
3.      Habibatul Ummah (J91214109)
4.      Lia Zairoh S.M.     (J01214015)
5.      Konitatul M.          (J91214112)

Dosen Pembimbing :
Ainna Amalia


 JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SUNAN AMPEL SURABAYA
2015

 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmatdan karunia-Nya, kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas Penelitian Problematika Cinta dan Persahabatan. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada guru mata kuliah Kode Etik Psikologi yaitu Ibu Ainna Amalia yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Problematika Cinta dan Persahabatan yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh kami dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri kami maupun yang datang dari luar.Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah kami dapat bermanfaat bagi para pelajar, mahasiswa, umum khususnya pada diri kami sendiri dan semua yang membaca makalah kami ini, dan mudah-mudahan juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran dan kritiknya. Terima Kasih.

TIM Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................3
BAB I             PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...................................................................5
B.     Rumusan Masalah..............................................................6
C.     Tujuan Penelitian...............................................................6
D.    Manfaat Penelitian............................................................6
BAB II            LANDASAN TEORI
1.        Cinta.................................................................................7
1.1 Pengertian Cinta.........................................................7
2.        Pacaran............................................................................12
2.1 Definisi Pacaran........................................................12
2.2 Karakteristik Pacaran................................................13
2.3 Komponen Pacaran...................................................14
3. Persahabatan......................................................................15
3.1 Konsep Persahabatan Secara Umum........................15
3.2 Fungsi Persahabatan.................................................22
BAB III          METODOLOGI PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian................................................................25
B.     Subjek Penelitian.............................................................26
C.     Teknik Pengumpulan Data..............................................26
D.    Analisis Data....................................................................27
E.     Proses Pengambilan Data................................................27
BAB IV          PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN..........................29
BAB V            PENUTUP
                        Kesimpulan............................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................31
















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam diri manusia ada kebutuhan atau rasa ingin di sayangi dan menyayangi. Selain itu manusia juga mempunyai rasa ingin di cintai dan mencintai seseorang. Kebutuhan tersebut muncul karena adanya rasa kertertarikan antara individu satu dengan individu yang lain, sehingga individu tersebut ingin menjalin hubungan khusus di antara keduanya. Selain itu, manusia juga ingin menjalin hubungan pertemanan kepada sesesorang sehingga dapat terjalin interaksi, kemudian muncul hubungan persahabatan karena adanya hubungan yang intens.
Seseorang pasti sudah pernah merasakan jatuh cinta terhadap seseorang yang ia rasa menarik hatinya. Hal ini terjadi bukan karena adanya rasa yang di sengaja karena rasa itu muncul secara tiba-tiba bersama dengan seiring berjalannya waktu. Banyak remaja sekarang yang sudah mulai mengerti suka terhadap lawan jenisnya dan mulai berpacaran. Tidak memungkiri dengan yang dialami oleh orang dewasa, pasti juga ada rasa suka ataupun cinta terhadap orang lain karena keinginan untuk mencari pasangan hidup. 
Cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan terhadap pribadi seseorang. Menurut teori kajian psikologi sosial, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang ingin menjalin hubungan khusus dengan orang lain yaitu dengan adanya keintiman, gairah dan komitmen. Cinta yang sempurna adalah cinta yang memenuhi dari ketiga aspek tersebut. Seseorang yang menjalin hubungan dengan pasangannya berawal dengan adanya kertertarikan yang dimilikinya. Banyak pasangan kekasih yang menjalin hubungan pertamanya hanya dengan prasaan suka saja, namun dengan adanya hubungan yang semakin intens maka cinta itu akan muncul bersama adanya kecocokan dan rasa nyaman yang dapat terjalin dalam hubungan tersebut.
Salah satu jenis atau tipe cinta adalah cinta romantis yaitu mereka yang memiliki cinta romantis akan terikat secara emosional dan adanya gairah satu sama yang lain dalam hubungan. Syarat adanya cinta romantis adalah munculnya keintiman dan gairah dalam menjalin hubungan khusus. Selain itu, karena mereka juga sudah memiliki ikatan batin yang kuat. Adapun karakteristik cinta yaitu adanya kelekatan secara fisik dan emosional: timbul perasaan ingin selalu dekat, dan merasa rindu saat lama tidak saling berjumpa. Perhatian selau timbul karena adanya keinginan untuk memperhatikan segala tingkah laku dan hal-hal yang disukainya. Hubungan yang intim akan timbul kedekatan dan intensitas keinginan bertemu yang semakin besar.
Komitmen dalam sebuah hubungan akan memunculkan masalah−masalah yang akan di hadapi. Namun, apakah ada perbedaan masalah antara komitmen dalam hubungan cinta romantis dan dalam persahabatan? Oleh karena itu kami akan membuat penelitian tentang  “perbedaan masalah antara komitmen dalam hubungan cinta romantis dan dalam persahabatan”.
  1. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan masalah antara komitmen dalam hubungan cinta romantis dan dalam persahabatan?
C.    Tujuan
Adapun tujuan penelitian yang kami lakukan adalah untuk mengetahui adanya perbedaan masalah antara komitmen dalam hubungan berpacaran dan dalam persahabatan.
D.    Manfaat
Kami berharap dengan adanya penelitian ini pembaca dapat mengetahui adanya perbedaan masalah antara komitmen dalam hubungan berpacaran dan dalam persahabatan.

.
BAB II
LANDASAN TEORI

1.      Cinta
1.1 Pengertian Cinta
Secara psikologis cinta adalah sebuah perilaku manusia yang emosional di mana wujudnya adalah tanggapan atau reaksi emosional seseorang terhadap rangsangan tertentu. Dalam hal ini cinta dipengaruhi oleh interaksi antara pecinta dengan lingkungannya, kemampuan pecinta tersebut, serta tipe dan kekuatan unsur pendorongnya.
Adapun pengertian cinta menurut para ahli, yaitu :
1.      Dalam kamus psikologi (James Drever dalam Harianto) memaparkan bahwa love (cinta) itu merupakan perasaan khusus yang menyangkut kesenangan menyangkut obyek.
2.      Ashley Montagu memandang cinta sebagai sebuah perasaan memperhatikan, menyayangi dan menyukai yang mendalam yang biasanya disertai dengan rasa rindu dan hasrat terhadap sang objek.
3.      Abraham Maslow mengutarakan pendapatnya tentang cinta, dia menyatakan bahwa cinta adalah suatu proses aktualisasi diri yang bisa membuat orang melahirkan tindakan-tindakan produktif dan kreatif. Dengan cinta seseorang akan mendapatkan kebahagiaan bila mampu membahagiakan orang yang dicintainya.
4.      Elaine dan William Waster, memandang cinta sebagai suatu keterlibatan yang sangat dalam yang diasosiasikan dengan timbulnya rangsangan fisiologis yang kuat dan diiringi dengan perasaan untuk mendambakan pasangan dan keinginan untuk memuaskan tersebut melalui pasangannya itu. Sedangkan Sigmun Freud menyatakan bahwa cinta itu ,merupakan dorongan seksual yang terpendam.
5.      Erich Fromm juga mendefenisikan cinta sebagai sesuatu yang aktif yang dapat memecahkan tembok yang memisahkan manusia dari teman-temannya, yang dapat menyatukannya dengan yang lain. Menurutnya konsep cinta itu terdiri dari empat unsure yaitu:
a.       Care (perhatian); sangat diperlukan dalam prilaku yang disebut cinta agar dapat memahami kehidupan, perkambangan maju mundur, baik burut, dan bagaimana kesejahteraan objek yang dicintai.
b.      Responsibility (tanggung jawab); tanggung jawab diperlukan dalam menjalin hubungan. Sebab tanpa adanya tanggung jawab tidak akan ada pembagian yang seimbang. Tanggung jawab disini bukanlah untuk mendikte objek yang dicintai sekehendak kita, tapi bagaimana keterlibatannya dalam kehidupan objek yang dicintai.
c.       Respect (hormat); hal ini menekankan bagaimana menghargai dan menerima objek yang dicintai apa adanya dan tidak bersikap sekehandak hati.
d.      Knowledge (pengetahuan); pengetahuan diperlukan guna mengetahui seluk beluk yang dicintai. Dengan demikian kita dapat membidik target yang kita incar, dengan kata lain tak kenal maka tak sayang. Bila objek yang kita bidik itu adalah manusia, maka harus kita kenali dan pahami bagaiman kepribadiannya, latar belakang yang membentuknya, dan kecendrungan dirinya.
Cinta merupakan suatu emosi positif yang paling intens dan paling diinginkan oleh setiap orang. Kelley (dalam Sternberg, 1987) mendefinisikan cinta sebagai:
“positive feeling and behaviors, and commitment to the stability of the force that affect an ongoing relationship.” (Kelley, dalam Sternberg, 1987)
Menurut definisi di atas, cinta adalah suatu perasaan dan tingkah laku yang positif, serta komitmen yang dimiliki seseorang guna menjaga kestabilan perasaan dan tingkah lakunya yang dapat mempengaruhi hubungan yang sedang dijalani. Untuk memahami dan menguraikan cinta secara mendalam, Sternberg (1987) memformulasikan sebuah model berkenaan dengan cinta. Teori ini dinamakan sebagai Triangular Theory of Love atau teori triangulasi cinta yang menjelaskan bahwa cinta dapat dipahami melalui tiga komponen yaitu intimacy, passion, dan commitment. Pendekatan yang menunjukkan bahwa ada berbagai jenis cinta dan masing-masing terdiri dari kombinasi yang berbeda dari variabel kognitif dan afektif, yang ditentukan dalam hal gairah, keintiman, dan komitmen. Model, yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 “Triangular Model of Love”, menunjukkan bahwa hanya cinta yang sempurna memiliki tiga komponen (dan mungkin hanya dialami dalam hubungan romantis terbaik), sedangkan jenis lain dari cinta yang terdiri dari hanya satu atau dua dari tiga komponen. Misalnya, orang-orang yang berteman baik mungkin memiliki rasa suka (keintiman) saja atau mungkin sudah saling kenal begitu lama bahwa mereka juga berbagi komitmen untuk masing-masing (cinta companionate). Demikian pula, mitra yang awalnya berpacaran mungkin hanya akan tergila-gila satu sama lain (passion saja) atau mungkin mengalami cinta romantis (baik semangat dan menyukai tetapi tidak komitmen).







Gambar 2.1 Triangular Model of Love
Menurut Teori Segitiga Sternberg, cinta terdiri dari tiga aspek, yaitu keintiman, gairah, dan komitmen. Cinta yang sempurna adalah cinta yang memenuhi dari ketiga aspek tersebut.
1.      Gairah (passion) cenderung terjadi pada awal hubungan, relatif cepat dan kemudian beralih pada tingkat yang stabil sebagai hasil pembiasaan.
2.      Keintiman (intimacy) relatif lebih lambat dan kemudian secara bertahap bermanifestasi sebagai meningkatkan ikatan interpersonal. Perubahan keadaan dapat mengaktifkan keintiman, yang dapat menyebabkan intimacy menurun atau justru semakin naik.
3.      Komitmen (commitment) meningkat relatif lambat pada awalnya, kemudian berjalan cepat, dan secara bertahap akan menetap. Ketika hubungan gagal, tingkat komitmen biasanya menurun secara bertahap dan hilang.
Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama. Komitmen yang sejati adalah komitmen yang berasal dari dalam diri, yang tidak akan luntur walaupun menghadapi berbagai rintangan dan ujian yang berat dalam perjalanan kehidupan cintanya. Adanya rintangan dan godaan justru menjadi pemicu bagi masing-masing individu untuk membuktikan ketulusan cintanya. Komitmen akan terlihat dengan adanya upaya-upaya tindakan cinta (love behavior) yang cenderung meningkatkan rasa percaya, rasa diterima, merasa berharga dan merasa dicintai. Dengan demikian, komitmen akan mempererat dan melanggengkan kehidupan cinta sampai akhir hayat.
Berdasarkan ketiga aspek tersebut, ternyata tidak semua orang memenuhi syarat sebuah cinta yang sempurna. Bisa saja mereka hanya memenuhi satu atau dua dari tiga aspek tersebut. Stenberg membagi cinta dalam beberapa jenis berdasarkan aspek mana yang terpenuhi. Jenis jenis cinta tersebut, yaitu :
1.      Menyukai (Liking) dalam hal ini tidak diartikan dengan sepele. Sternberg mengatakan bahwa menyukai dalam hal ini adalah ciri persahabatan sejati, di mana seseorang merasakan keterikatan, kehangatan, dan kedekatan dengan yang lain tetapi tidak intens dalam hal gairah atau komitmen jangka panjang. Syarat adanya sifat menyukai adalah terpenuhinya intimacy.
2.      Cinta gila (Infatuated love) sering dirasakan sebagai “cinta pada pandangan pertama.” Tapi tanpa aspek keintiman dan komitmen pada cinta, cinta gila mungkin akan menghilang tiba-tiba. Syarat adanya cinta gila adalah munculnya intimacy dan commitment.
3.      Cinta kosong (Empty love). Kadang-kadang, cinta muncul tanpa ada perasaan keintiman dan gairah dan itu disebut dengan cinta kosong. Tipe cinta ini hanya ada perasaan untuk berkomitmen tanpa ada keintiman dan gairah diatara mereka. Biasanya ini muncul ketika ada budaya perjodohan dan sering diawali dengan tipe cinta kosong.
4.      Cinta romantis (romantic love). Mereka yang memiliki cinta romantis akan terikat secara emosional dan adanya gairah satu sama lain. Syarat adanya cinta romantis adalah munculnya intimacy dan passion (gairah).
5.      Pasangan cinta (Companionate love) sering ditemukan dalam pernikahan, di mana gairah sudah tidak nampak lagi, tetapi kasih sayang yang mendalam dan komitmen masih tetap ada. Companionate love umumnya merupakan hubungan antara Anda dengan seseorang yang hidup bersama, tetapi tanpa hasrat seksual atau fisik. Ini lebih kuat dari persahabatan karena dalam hubungan ini ada unsur komitmen. Salah satu contoh cinta yang ada dalam sebuah keluarga adalah bentuk companionate love, juga mereka yang menghabiskan banyak waktu bersama namun tidak ada hubungan seksual dan gairah disana.
6.      Cinta bodoh (Fatuous love) dapat dicontohkan saat pacaran dan pernikahan dalam kerenggangan, di mana cinta masih ada komitmen dan gairah, tanpa ada pengaruh keintiman seperti keterikatan, kehangatan, dan kedekatan.
7.      Cinta yang sempurna (Consummate love) adalah bentuk lengkap dari sebuah cinta. Ini adalah tipe yang ideal dan banyak orang ingin mencapainya. Sternberg mengingatkan, mempertahankan cinta yang sempurna mungkin lebih sulit daripada mencapainya. Cinta yang sempurna mungkin tidak permanen. Misalnya, jika gairah hilang dari waktu ke waktu, mungkin berubah menjadi cinta companionate.
2.      Pacaran
2.1 Definisi Pacaran
Menurut DeGenova & Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain. Menurut Bowman (1978) pacaran adalah kegiatan bersenang-senang antara pria dan wanita yang belum menikah, dimana hal ini akan menjadi dasar utama yang dapat memberikan pengaruh timbal balik untuk hubungan selanjutnya sebelum pernikahan di Amerika.
Benokraitis (1996) menambahkan bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis).
Kyns (1989) menambahkan bahwa pacaran adalah hubungan antara dua orang yang berlawanan jenis dan mereka memiliki keterikatan emosi, dimana hubungan ini didasarkan karena adanya perasaan-perasaan tertentu dalam hati masing-masing. Menurut Reiss (dalam Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai keintiman. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004), keintiman meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan informasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure) menjadi elemen utama dari keintiman.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pacaran adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya keterikatan emosi antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.
            2.2 Karakteristik Pacaran
Pacaran merupakan fenomena yang relatif baru, sistem ini baru muncul setelah perang dunia pertama terjadi. Hubungan pria dan wanita sebelum munculnya pacaran dilakukan secara formal, dimana pria datang mengunjungi pihak wanita dan keluarganya (dalam DeGenova & Rice, 2005).
Menurut DeGenova & Rice (2005), proses pacaran mulai muncul sejak pernikahan mulai menjadi keputusan secara individual dibandingkan keluarga dan sejak adanya rasa cinta dan saling ketertarikan satu sama lain antara pria dan wanita mulai menjadi dasar utama seseorang untuk menikah.
Pacaran saat ini telah banyak berubah dibandingkan dengan pacaran pada masa lalu. Hal ini disebabkan telah berkurangnya tekanan dan orientasi untuk menikah pada pasangan yang berpacaran saat ini dibandingkan sebagaimana budaya pacaran pada masa lalu (dalam DeGenova & Rice, 2005). Tahun 1700 dan 1800, pertemuan pria dan wanita yang dilakukan secara kebetulan tanpa mendapat pengawasan akan mendapat hukuman. Wanita tidak akan pergi sendiri untuk menjumpai pria begitu saja dan tanpa memilih-milih. Pria yang memiliki keinginan untuk menjalin hubungan dengan seorang wanita maka ia harus menjumpai keluarga wanita tersebut, secara formal memperkenalkan diri dan meminta izin untuk berhubungan dengan wanita tersebut sebelum mereka dapat melangkah ke hubungan yang lebih jauh lagi. Orangtua memiliki pengaruh yang sangat kuat, lebih dari yang dapat dilihat oleh seorang anak dalam mempertimbangkan keputusan untuk sebuah pernikahan.
Tidak ada jaminan apakan hubungan pacaran yang dibina akan berakhir dalam pernikahan, karena dalam berpacaran tidak ada komitmen untuk melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut Newman & Newman (2006), faktor utama yang menentukan apakah suatu hubungan pacaran dapat berakhir dalam ikatan pernikahan ialah tergantung pada ada atau tidaknya keinginan yang mendasar dari diri individu tersebut untuk menikah.
Murstein (dalam Watson, 2004) mengatakan bahwa pada saat seorang individu menjalin hubungan pacaran, mereka akan menunjukkan beberapa tingkah laku seperti memikirkan sang kekasih, menginginkan untuk sebanyak mungkin menghabiskan waktu dengan kekasih dan sering menjadi tidak realistis terhadap penilaian mengenai kekasih kita. Menurut Bowman & Spanier (1978), pacaran terkadang memunculkan banyak harapan dan pikiran-pikiran ideal tentang diri pasangannya di dalam pernikahan. Hal ini disebabkan karena dalam pacaran baik pria maupun wanita berusaha untuk selalu menampilkan perilaku yang terbaik di hadapan pasangannya. Inilah kelak yang akan mempengaruhi standar penilaian seseorang terhadap pasangannya setelah menikah.
2.3 Komponen Pacaran
Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani.
Adapun komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:
a.          Saling Percaya (Trust each other)
        Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan oleh pasangannya.
b.         Komunikasi (Communicate your self)
        Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik (Johnson dalam Supraktik, 1995). Feldman (1996) menyatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi tentang dirinya terhadap rang lain.
c.          Keintiman (Keep the romance alive)
        Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Stenberg dalam Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari keintiman. Oleh karena itu, pacaran jarak jauh juga tetap memiliki keintiman, yakni dengan adanya kedekatan emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian yang diberikan melalui sms, surat atau email.
d.         Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)
        Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988) komitmen lebih merupakan tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang sedang pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita lain selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan seseorang.
3.      Persahabatan
3.1 Konsep Persahabatan Secara Umum
Ada pepatah dalam bahasa Inggris berbunyi, “A friend in need is a friend indeed”, yang mengandung makna bahwa seorang sahabat akan hadir di saat-saat yang dibutuhkan untuk saling membantu dan berbagi satu sama lain. Seorang sahabat juga akan memberikan pujian dan penghargaan atas keberhasilan sahabatnya dan saling menguatkan serta saling menyemangati di setiap kegagalan yang dihadapi sahabatnya. Seorang sahabat senantiasa mencurahkan isi hati dan pemikirannya serta akan selalu setia berdiri di pihak sahabatnya (Berndt, 2002, hal.7).
Sudo (2011, hal.88) mengutip definisi sahabat dari tiga kamus besar bahasa Jepang berikut ini. Secara umum, sahabat menunjuk pada teman akrab yang dapat dipercaya; teman yang berhubungan baik dengan diri kita (menurut kamus Jepang Kojien), teman yang saling memaafkan; teman yang paling akrab (menurut kamus Jepang Daijisen), teman yang saling mempercayai; teman yang berhubungan paling baik dengan diri kita (menurut kamus Jepang Daijirin).
Menurut Sudo (2011, hal.88), berdasarkan ketiga definisi di atas, sahabat menunjuk pada teman yang secara khusus bergaul secara akrab dengan diri kita di antara teman-teman lain yang kita miliki dan dipahami sebagai suatu sosok yang hadir untuk dapat dipercayai secara mendalam dan menyeluruh serta saling memaafkan satu sama lain. Dengan adanya kehadiran seorang sahabat, manusia dapat mengetahui kegembiraan dari sikap saling pengertian dengan orang lain dan dapat melepaskan diri dari perasaan kesepian.
Menurut Desmita (2009, hal.227), salah satu karakteristik dari pola hubungan anak usia sekolah dengan teman sebayanya adalah munculnya keinginan untuk menjalin hubungan pertemanan yang lebih akrab atau yang dalam kajian psikologi pertemanan disebut dengan istilah friendship (persahabatan). Jadi, persahabatan lebih dari sekedar pertemanan biasa.
Menurut Santrock (2008), “di awal masa remaja, para remaja umumnya lebih memilih untuk memiliki persahabatan dalam jumlah lebih sedikit yang lebih mendalam dan lebih akrab daripada anak-anak di usia yang lebih muda” (hal.434).
Menurut Dariyo (2004, hal.127-128), persahabatan merupakan hubungan emosional antara dua individu atau lebih, baik antara sejenis maupun berbeda jenis kelamin, yang didasari saling pengertian, menghargai, mempercayai antara satu dan yang lainnya. Hal yang membuat mereka mengadakan hubungan yang akrab adalah unsur komitmen, yaitu tekad untuk mempertahankan ikatan emosional itu.
Menurut Craighead & Nemeroff (2004, hal.381), persahabatan adalah hubungan yang penting dalam semua kebudayaan dan sepanjang rentang kehidupan yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) hubungan dyadic; (2) adanya unsur perhatian dan kepedulian (afeksi) yang saling berbalasan (hubungan timbal-balik); (3) bersifat sukarela; (4) bersifat egalitarian; (5) sebagai kawan dalam melakukan kegiatan bersama-sama. Persahabatan memiliki fungsi antara lain: menyediakan sumber dukungan dan kesempatan bagi individu untuk penyingkapan diri dan keakraban.
Menurut Gea, dkk (2005, hal.194), hubungan kedekatan satu sama lain tentu jauh lebih terasa lagi dalam hubungan yang disebut persahabatan. Seorang sahabat adalah mitra untuk mengerjakan sesuatu dan menghabiskan waktu bersama-sama, juga tempat berpaling di saat kita membutuhkan bantuan dan kepada siapa kita ingin berbagi beban dan kesuksesan. Seorang sahabat adalah seseorang yang tertawa dan menangis bersama kita, kadang juga menjadi tempat minta nasehat dan dukungan fisik, serta sebagai curahan isi hati. Semuanya itu terjadi karena kepercayaan satu sama lain sudah tumbuh dan berkembang sedemikian rupa. Perasaan menyatu atau senasib sepenanggungan dengan sahabat karib, hubungan keakraban yang sedemikian mengental antara mereka, tidak jarang melebihi kedekatan hubungan antara saudara kandung sendiri. Tidak jarang seorang sahabat rela mengorbankan apa saja, bahkan dirinya sendiri, demi sahabatnya. Persahabatan memang memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan manusia.
Kita membutuhkan kehadiran teman-teman yang cukup dekat dengan kita, yang mau membantu dan mendukung kemajuan kita. Persahabatan merupakan tempat yang aman bagi kita, tempat bernaungnya segala rahasia terdalam dan kelemahan terparah kita, yang tidak akan pernah digunakan untuk menyerang kita. Kehadiran sahabat kita rasakan, baik dalam suka maupun duka, maupun kehadiran yang jauh lebih berarti adalah ketika kita sedang mengalami kesulitan. Sahabat menjadi orang pertama tempat kita berbagi beban, orang kepada siapa kita dapat berharap sesuatu yang kita perlukan. Sahabat tidak akan mengecewakan kita sebagaimana kita juga tak akan mengecewakan sahabat. Persahabatan di masa remaja jauh lebih berarti daripada yang terjalin pada tahapan usia lainnya. Para sahabat akan mendampingi kita melewati begitu banyak peristiwa penting dalam hidup kita. Sahabat adalah bagian dari hidup kita (Gea, dkk., 2005, hal.197).
Apabila persahabatan yang dibangun sejak masa remaja dapat dipertahankan sampai mereka mencapai dewasa, persahabatan akan membuat kedekatan emosional antar individu menganggap temannya bukan lagi sebagai sahabat, melainkan saudara sendiri. Hubungan ini berarti makin mendalam, lebih dari sekedar teman (Dariyo, 2004, hal.130).
Lebih lanjut, Damon (dalam Dariyo, 2004, hal.128-130), membagi tiga tahap perkembangan persahabatan sebagai berikut.
a.       Persahabatan sebagai Teman dalam Kegiatan Bermain (Friendship as Handy Playmate)
Anak-anak awal (early childhood) usia 4-7 tahun, biasanya memerlukan teman untuk melakukan kegiatan bermain. Di sini persahabatan terjadi karena adanya persamaan kepentingan (kebutuhan) bahwa masing-masing individu memerlukan teman bermain. Masing-masing individu dapat bertemu dan saling bertukar atau meminjamkan alat permainan, lalu mereka bermain bersama atau bermain sendiri-sendiri dalam waktu yang sama. Jenis persahabatan ini tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama (temporer) apabila masing-masing anak tidak dapat memenuhi kebutuhan temannya atau terjadi konflik karena adanya kecurangan yang dilakukan seorang anak, misalnya mengambil dan memiliki barang mainan dari temannya.
b.      Persahabatan sebagai Upaya untuk Saling Membantu dan Saling Mempercayai antara Satu dan yang Lain (Friendship as Mutual Trust and Assistance)
Anak-anak tengah (middle childhood) usia 8-10 tahun mempunyai konsep persahabatan yang lebih mendalam dibandingkan dengan anak-anak awal (anak prasekolah). Mereka mengatakan bahwa persahabatan terjadi karena masing-masing anak memiliki rasa percaya dan dapat memberi bantuan kepada anak yang membutuhkannya.
c.       Persahabatan sebagai Suatu Kehidupan Relasi yang Diwarnai dengan Keakraban dan Kesetiaan (Friendship as Intimacy and Loyalty)
Menurut Damon, jenis persahabatan ini berlangsung pada individu yang berusia antara 11-15 tahun. Anak remaja beranggapan bahwa unsur keakraban ataupun kesetiaan merupakan hal yang sangat penting guna membangun dan mempertahankan persahabatan. Seorang remaja yang bersahabat dengan remaja lain, biasanya memperlihatkan keakraban, hangat, terbuka, dan komunikatif. Mereka bersedia mencurahkan perasaan, pengalaman, atau pemikiran kepada yang lainnya karena masing-masing percaya bahwa temannya dapat menyimpan rahasia pengalaman tersebut dan tidak mungkin melakukan pengkhianatan terhadap yang lain.
Kail & Cavanaugh (2004, hal.278) menyatakan bahwa teman tidak hanya berperan sebagai kawan bermain; mereka adalah sumber informasi penting di mana anak-anak belajar dari teman-teman mereka dan dapat beralih pada mereka untuk meminta dukungan pada saat-saat sulit dan stres. Persahabatan adalah salah satu cara penting di mana teman-teman sebaya mempengaruhi perkembangan anak-anak.
Sullivan (dalam Santrock, 2003, hal.230) beranggapan bahwa peran yang dimainkan oleh hubungan persahabatan pada proses sosialisasi kemampuan sosial adalah sebagai sumber dukungan yang penting. Sullivan menggambarkan bagaimana teman remaja saling mendukung harga diri masing-masing. Seseorang dapat mengungkapkan rasa ketidakamanan dan ketakutan mereka kepada temannya tanpa merasa malu. Teman juga bertindak sebagai orang kepercayaan yang penting yang menolong remaja melewati berbagai situasi yang menjengkelkan (seperti kesulitan dengan orang tua atau putus pada hubungan romantis) dengan menyediakan baik dukungan emosi dan nasihat yang memberikan informasi (Savin-Williams & Berndt, 1990). Sebagai tambahan, teman dapat menjadi rekan kerja yang aktif dalam membangun kesadaran atas identitasnya. Dalam berbagai percakapan yang tak terbilang, teman bertindak sebagai papan pengeras suara pada saat remaja menggali masalah-masalah mulai dari rencana masa depan hingga sikap seseorang terhadap berbagai masalah.
Santrock (2003, hal.230) menyatakan bahwa, dalam konteks persahabatan, keakraban dapat diartikan secara luas meliputi segala sesuatu dalam persahabatan yang membuat hubungan terlihat lebih dekat atau mendalam. Keakraban dalam persahabatan (intimacy in friendship) secara sempit diartikan sebagai pengungkapan diri atau membagi pemikiran-pemikiran pribadi. Pengetahuan yang mendalam dan pribadi tentang teman juga digunakan sebagai ukuran keakraban (Selman, 1980; Sullivan, 1953).
Keakraban ini menjadi dasar bagi relasi anak dengan sahabat. Karena kedekatan ini, anak mau menghabiskan waktunya dengan sahabat dan mengekspresikan afek yang lebih positif terhadap sahabat dibandingkan dengan yang bukan sahabat dan bersedia mengungkapkan dirinya secara terbuka. (Desmita, 2009, hal.227). “Timbulnya keakraban dalam hubungan persahabatan remaja berarti bahwa teman juga hadir sebagai sumber dukungan sosial dan emosional” (Kail & Cavanaugh, 2004, hal.276).
Ketika para remaja muda ditanyakan apa yang mereka inginkan dari seorang teman atau bagaimana mereka dapat mengetahui seseorang merupakan sahabat mereka, mereka sering mengatakan bahwa sahabat akan membagi masalah dengan mereka, memahami mereka, dan mendengarkan mereka pada saat mereka berbicara tentang pemikiran dan perasaan mereka sendiri (Santrock, 2003, hal.230). “Karena para remaja berbagi mengenai pemikiran dan perasaan pribadi mereka, teman dapat menyediakan dukungan selama masa-masa sulit dan stress” (Kail & Cavanaugh, 2004, hal.277).

Persahabatan adalah hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, dan menyediakan dukungan emosional (Baron & Bryne, 2006). Persahabatan atau pertemanan adalah istilah yang menggambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Dalam pengertian ini, istilah "persahabatan" menggambarkan suatu hubungan yang melibatkan pengetahuan, penghargaan dan afeksi.
Persahabatan adalah hubungan emosional antara dua individu atau lebih, baik antara sesama jenis ataupun berbeda jenis kelamin, yang didasari saling pengertian, menghargai, mempercayai satu sama lainnya (Dariyo, 2004:127). Sahabat akan menyambut kehadiran sesamanya dan menunjukkan kesetiaan satu sama lain, seringkali hingga pada altruisme. Mempunyai selera serupa dan mungkin saling bertemu, serta menikmati kegiatan-kegiatan yang disukai, atau mungkin terlibat dalam perilaku yang saling menolong, seperti tukar-menukar nasihat dan saling menolong dalam kesulitan.
Sahabat adalah orang yang memperlihatkan perilaku yang berbalasan dan reflektif. Namun bagi banyak orang, persahabatan seringkali tidak lebih daripada kepercayaan bahwa seseorang atau sesuatu tidak akan merugikan atau menyakiti kedua belah pihak. Nilai yang sering kali muncul dalam persahabatan:
a.       Kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain. Semua orang tentu menginginkan yang terbaik bagi sahabat. Untuk hal itu, maka semua tindakan akan dilakukan.
b.      Simpati dan empati, seakan merasakan apa yang sedang dirasakan sahabat. Baik sedang sedih, marah, gembira, jatuh cinta, dll.
c.       Kejujuran, barangkali dalam keadaan-keadaan yang sulit bagi orang lain untuk mengucapkan kebenaran. Remaja sangat senang berbagi dengan sahabatnya. Banyak hal yang berusaha ditutupi dari orang lain tapi para remaja tunjukkan kepada sahabatnya.
d.      Saling pengertian. Saling memahami keadaan satu sama lain. Memiliki toleransi dengan batasan-batasan tertentu, misal tidak mengusik kepercayaan/ keimanan dari sahabat.
Seringkali ada anggapan bahwa sahabat sejati sanggup mengungkapkan perasaan-perasaan yang terdalam, yang mungkin tidak dapat diungkapkan, kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat sulit, ketika seorang sahabat datang untuk menolong. Dibandingkan dengan hubungan pribadi, persahabatan dianggap lebih dekat daripada sekadar kenalan, meskipun dalam persahabatan atau hubungan antar kenalan terdapat tingkat keintiman yang berbeda-beda.
3.2 Fungsi Persahabatan
Menurut Gottman dan Parker (1987) yang dikutip Santrock (dalam Dariyo, 2004, hal.130-131) menyatakan bahwa ada enam fungsi persahabatan berikut ini.
a.       Pertemanan (companionship). Persahabatan akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan suatu aktivitas. Sebagai teman, berarti seseorang harus menyediakan dan mengorbankan diri dari segi waktu, tenaga, dan mungkin biaya secara sukarela demi kebaikan bersama.
b.      Stimulasi kompetensi (stimulation). Pada dasarnya, persahabatan akan memberikan rangsangan seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya karena memperoleh kesempatan dalam situasi sosial. Artinya, melalui persahabatan, seseorang memperoleh informasi yang menarik, penting, dan memacu potensi, bakat ataupun minat agar berkembang dengan baik.
c.       Dukungan fisik (physical support). Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman, akan menumbuhkan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah. Kehadiran secara fisik menunjukkan kerelaan untuk menyediakan waktu, tenaga ataupun pertolongan yang dapat membangkitkan semangat hidup. Itulah sebabnya orang yang sakit memerlukan perhatian dan kasih sayang dari teman atau sahabat walaupun sudah ditunggui atau dijenguk sanak saudaranya.
d.      Dukungan ego (ego support). Walaupun dianggap sebagai seorang ahli, adakalanya seseorang akan merasa stres, down, atau tidak bersemangat ketika sedang menghadapi suatu permasalahan yang cukup berat. Seolah-olah keahliannya tidak berarti apa-apa ketika menghadapi masalah tersebut. Oleh karena itu, persahabatan menyediakan perhatian dan dukungan ego bagi seseorang. Apa yang dihadapi seseorang juga dirasakan, dipikirkan, dan ditanggung oleh orang lain (sahabatnya). Dengan perhatian tersebut, akhirnya dan biasanya, seseorang memiliki kekuatan moral dan semangat hidup untuk dapat mengatasi masalahnya dengan sebaik-baiknya. Bahkan ada pula, dengan perhatian sedikit, seseorang menjadi giat dan termotivasi untuk segera menuntaskan masalah tersebut.
e.       Perbandingan sosial (social comparison). Persahabatan menyediakan kesempatan secara terbuka untuk mengungkapkan ekspresi kapasitas, kompetensi, minat, bakat, dan keahlian seseorang. Dalam konteks interaksi sosial persahabatan, seseorang ingin diterima, dihargai, diakui, dan dipercayai sebagai seseorang yang kompeten. Akan tetapi, dalam persahabatan tersebut, masing-masing juga tidak akan mencela kelemahan-kelemahan orang lain. Justru dengan demikian, seseorang akan membandingkan dirinya dengan orang lain. Artinya, orang lain sebagai cermin bagi seseorang, apakah dirinya memiliki kemampuan yang lebih atau kurang kalau dibandingkan dengan orang lain. Bila seseorang menyadari kekurangan, ia akan dapat belajar dan meningkatkan diri supaya menyamai atau lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain. Dengan demikian, persahabatan memberi stimulasi yang positif bagi pengembangan pribadi seseorang.
f.       Intimasi/afeksi (intimacy/affection). Tanda persahabatan yang sejati adalah adanya ketulusan, kehangatan, dan keakraban antara satu dan yang lain. Masingmasing individu, tidak ada maksud ataupun niat untuk mengkhianati orang lain karena mereka saling percaya, menghargai, dan menghormati keberadaan orang lain. Baik ketika bersama maupun ketika sendiri, masing-masing individu yang bersahabat merasakan kedekatan, kepercayaan, dan penerimaan dalam kelompok sosial. Walaupun ada perbedaan-perbedaan pemikiran, sikap ataupun perilaku, perbedaan itu menjadi dasar untuk merasa saling membutuhkan dukungan emosional dan dukungan sosial supaya tetap terjalin keakraban, kehangatan, dan keintiman.




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

  1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian (McMillan & Schumacher, 2003). Penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya ( Strauss & Corbin, 2003). Sekalipun demikian, data yang dikumpulkan dari penelitian kualitatif memungkinkan untuk dianalisis melalui suatu penghitungan.
Menurut (Sugiono, 2009:15), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositifsime, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample sumber dan data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan) analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada generalisasi.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistic (naturalistic research), karena penelitian dilakukan dalam kondisi yang alamiah (natural setting).
Pada penelitian ini, peneliti meneliti perbedaan masalah cinta dan komitmen pada orang yang menjalin hubungan berpacaran dan persahabatan dengan metode kualitatif dengan wawancara mendalam.

  1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian menurut Amirin (1989) merupakan  seseorang atau sesuatu   yang mengenainya ingin diperoleh keterangan, sedangkan Suharsini Akunto (1989) memeberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan. Dari kedua batasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan subjek penelitian adalah individu, benda atau organism yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Atau seperti yang diajukan Kerlinger (1978) bahwa subjek penelitian itu adalah responden, yaitu orang yang memberi respon atas suatu perlakuan yang diberikan kepadanya. Maka subjek dalam penelitian ini adalah 10 mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, yang masing masing 5 mahasiswa sedang menjalin hubungan berpacaran dan 5 mahasiswa sedang menjalin hubungan persahabatan. Dalam penelitian ini kami menggunakan teknik wawancara untuk mengumpulkan data, sehingga kami terus mencari subjek sampai ditemukannya titik jenuh.
  1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan dan data-data yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
  1. Wawancara
Menurut Maleong (2005) dalam buku Herdiansyah (2010: 118) menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (yang mengajukan  pertanyaan) dan narasumber (yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan kegiatan wawancara terhadap orang-orang yang terlibat langsung dalam hubungan berpacaran dan persahabatan. Wawancara pada penelitian ini dilakukan secara mendalam dengan wawancara terencana, yaitu peneliti melakukan wawancara dengan subjek penelitian sesuai bahan pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti.
  1. Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan analisis data adalah dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif yaitu dengan cara :
  1. Menelaah seluruh data yang telah terkumpul melalui pengamatan dan wawancara (interview). Dalam menelaah data dilakukan secara deskriptif dan reflektif. Deskriptif yaitu menerangkan gambaran mengenai kondisi/keadaan pada saat melakukan penelitian seobjektif mungkin, sedangkan Reflektif yaitu menerangkan objek penelitian yang kita teliti secara lebih mendalam dengan menambahkan intrepretasi dan persepsi terhadap objek yang diteliti/sedang dikaji.
  2. Melakukan reduksi data, yaitu menyeleksi data dengan memilih yang penting-penting saja sehingga rangkuman inti dari penelitian tersebut tetap berada didalamnya dan hasil penelitian yang diteliti akan lebih fokus.
  3. Kategorisasi yaitu mengelompokkan data sesuai kategori dengan menyesuaikan objek kajian yang akan dianalisa (variable independent) yang diperlukan dari hasil reduksi.

  1. Proses Pengambilan Data
Kode etik dalam penelitian psikologis bukan hanya bermanfaat untuk melindungi partispan penelitian dari bahaya fisik maupun psikologis mereka, tetapi juga terhadap penelitian itu sendiri. Berikut kode etik yang harus diperhatikan oleh peneliti dalam bidang psikologi :
1.      Inform Consent
Partisipan yang ikut serta dalam penelitian psikologi diberikan cukup informasi tentang topic penelitian dan prosedur yang harus mereka ikuti jika mereka bersedia menjadi sukarelawan dalam penelitian psikologis.
2.      Debriefing
   Setelah melakukan proses penelitian peneliti segera melakukan debriefing kepada partisipan. Pertama, Dehoaxing dan kedua desensitizing. Dehoaxing memiliki arti memberitahu tujuan dan hipotesis sebenarnya penelitian dilakukan. Sedangkan Desensitizing memiliki arti bahwa peneliti bertanggung jawab untuk mengurangi stress dan efek negative lainnya yang telah diakibatkan oleh penelitian.  
3.      Technical recording
Peneliti menjelaskan kepada partisipan alat yang akan digunakan untuk mengobservasi partisipan dan peneliti tidak boleh mengambil rekaman yang tidak dijinkan oleh partisipan. Peneliti juga tidak bisa meletakkan alat rekaman di tempat tersembunyi tanpa sepengetahuan partisipan.
4.      Confidential data
Data yang diperoleh dijaga kerahasiaannya oleh peneliti dan tidak boleh disalahgunakan.  Partisipan diperbolehkan melakukan review ataupun pengeditan pada data tersebut yang akan digunakan untuk penelitian. Jika peneliti ingin memberikan data tersebut ke peneliti lain ataupun ke asistennya maka partisipan harus diminta dahulu persetujuannya.

BAB IV
PEMBAHASAN HASIL  PENELITIAN

Hasil observasi dengan judul problematika cinta dan persahabatan pada mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya menunjukkan bahwa hubungan persahabatan lebih penting dibandingkan dengan hubungan pacaran. Observasi ini lebih difokuskan pada adanya masalah yang sering terjadi pada perbedaan hubungan antara pacaran dan sahabat, jika dalam hubungan pacaran sering terjadi masalah yang berhubungan tentang kecemburuan,perhatian dan hal-hal yang lebih spesifik ke keinginan memiliki, sedangkan dalam hubungan persahabatan jarang terjadi konflik konflik yang membuat bertengkar. Dalam persahabatan rata-rata tidak ada komitmen yang mengikat untuk saling mengikat dan memiliki berbeda dengan hubungan pacaran yang ingin saling memiliki dan mengikat.
Persahabatan adalah hubungan dimana seseorang bersahabat atau menjalin hubungan pertemanan yang intens dengan orang lain karena mempunyai kesamaan dalam kebiasaan, kesengan/hobi dan atas dasar hubungan timbal balik atau adanya rasa saling membutuhkan. Hal ini muncul karena adanya rasa keakraban dan kesamaan yang di miliki. Setiap orang pasti mempunyai seorang sahabat meskipun sudah terjalin lama ataupun baru sebentar. Sahabat itu datang bukan ketika kita dalam keadaan yang senang saja, tetapi juga ketika kita dalam keadaan ada banyak masalah ia juga akan senantiasa hadir untuk membantu permasalahan yang sedang kita alami. Selain itu ia juga akan membantu kita dalam menyelesaikan persoalan tersebut dengan mencari solusinya.
Dalam menjalin hubungan keduanya, akan timbul suatu komitmen yaitu janji yang diucapkan seseorang pada diri sendiri dan orang lain dan harus tercermin dalam tindakan atau tingkah laku kita. Munculnya komitmen didasari atas rasa saling percaya dan pengertian antara keduanya. Hubungan yang didasari dengan rasa percaya dan saling pengertian maka akan berjalan dengan baik oleh setiap pasangan cinta dan dalam persahabatan.
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Dari judul di atas yakni problematika komitmen cinta dan persahabatan di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan masalah antara komitmen dalam hubungan cinta romantis dan dalam persahabatan adalah lebih difokuskan pada adanya masalah yang sering terjadi pada perbedaan hubungan antara pacaran dan sahabat, jika dalam hubungan pacaran sering terjadi masalah yang berhubungan tentang kecemburuan, perhatian dan hal-hal yang lebih spesifik ke keinginan memiliki, sedangkan dalam hubungan persahabatan jarang terjadi konflik konflik yang membuat bertengkar. Dalam persahabatan rata-rata tidak ada komitmen yang mengikat untuk saling mengikat dan memiliki perbedaan dengan hubungan pacaran yang ingin saling memiliki dan mengikat.











DAFTAR PUSTAKA

  1. ETHICAL PRINCIPLES OF PSYCHOLOGISTS AND CODE OF CONDUCT.2010. USA:American Psychological Association
  2. Goodwin, J. C. (2004) Research in Psychology: Method and  Design (4th ed). Boston : John Willey & Son.
  3. HIMPSI. 2010.Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: HIMPSI.
  4. The girls. (2008) Ethical Issues of The Milgram Experiment. Diambil tanggal 3 November 2011. http://www.associatedcontent.com/article/1175370/ethical_issues_of_the_milgram_experiment_pg3.html?cat=4
  5. http://www.Sarah’sSite.blogspot.com/read/29/11/2011/tugas-akhir-kode-etik-psikologi.htm