PROPOSAL PENELITIAN
“PROBLEMATIKA KOMITMEN
CINTA DAN PERSAHABATAN”
Disusun
Oleh :
1. Putri Ziana W. (J01214020)
2. Husna
Sholihah (J71214041)
3. Habibatul Ummah (J91214109)
4. Lia Zairoh S.M. (J01214015)
5.
Konitatul M.
(J91214112)
Dosen Pembimbing :
Ainna Amalia
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS
PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS
NEGERI ISLAM SUNAN AMPEL SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmatdan karunia-Nya, kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas
Penelitian Problematika Cinta dan Persahabatan. Tidak lupa juga kami ucapkan
terima kasih kepada guru mata kuliah Kode Etik Psikologi yaitu Ibu Ainna Amalia
yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah
ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
Problematika Cinta dan Persahabatan yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh kami dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri kami maupun yang datang dari luar.Namun dengan penuh kesabaran
dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah kami dapat bermanfaat bagi para pelajar,
mahasiswa, umum khususnya pada diri kami sendiri dan semua yang membaca makalah
kami ini, dan mudah-mudahan juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk
saran dan kritiknya. Terima Kasih.
TIM Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................5
B. Rumusan Masalah..............................................................6
C. Tujuan Penelitian...............................................................6
D. Manfaat Penelitian............................................................6
BAB II LANDASAN TEORI
1.
Cinta.................................................................................7
1.1 Pengertian
Cinta.........................................................7
2.
Pacaran............................................................................12
2.1 Definisi Pacaran........................................................12
2.2 Karakteristik Pacaran................................................13
2.3 Komponen Pacaran...................................................14
3. Persahabatan......................................................................15
3.1 Konsep Persahabatan Secara
Umum........................15
3.2 Fungsi
Persahabatan.................................................22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian................................................................25
B.
Subjek Penelitian.............................................................26
C.
Teknik Pengumpulan Data..............................................26
D.
Analisis Data....................................................................27
E.
Proses Pengambilan Data................................................27
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN..........................29
BAB V PENUTUP
Kesimpulan............................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................31
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam diri manusia ada kebutuhan
atau rasa ingin di sayangi dan menyayangi. Selain itu manusia juga mempunyai
rasa ingin di cintai dan mencintai seseorang. Kebutuhan tersebut muncul karena
adanya rasa kertertarikan antara individu satu dengan individu yang lain,
sehingga individu tersebut ingin menjalin hubungan khusus di antara keduanya. Selain itu, manusia juga ingin menjalin hubungan
pertemanan kepada sesesorang sehingga dapat terjalin interaksi, kemudian muncul
hubungan persahabatan karena adanya hubungan yang intens.
Seseorang pasti sudah pernah
merasakan jatuh cinta terhadap seseorang yang ia rasa menarik hatinya. Hal ini
terjadi bukan karena adanya rasa yang di sengaja karena rasa itu muncul secara
tiba-tiba bersama dengan seiring berjalannya waktu. Banyak remaja sekarang yang
sudah mulai mengerti suka terhadap lawan jenisnya dan mulai berpacaran. Tidak
memungkiri dengan yang dialami oleh orang dewasa, pasti juga ada rasa suka
ataupun cinta terhadap orang lain karena keinginan untuk mencari pasangan
hidup.
Cinta adalah sebuah emosi dari
kasih sayang yang kuat dan ketertarikan terhadap pribadi seseorang. Menurut
teori kajian psikologi sosial, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang
ingin menjalin hubungan khusus dengan orang lain yaitu dengan adanya keintiman,
gairah dan komitmen. Cinta yang sempurna adalah cinta yang memenuhi dari ketiga
aspek tersebut. Seseorang yang menjalin hubungan dengan pasangannya berawal
dengan adanya kertertarikan yang dimilikinya. Banyak pasangan kekasih yang
menjalin hubungan pertamanya hanya dengan prasaan suka saja, namun dengan
adanya hubungan yang semakin intens maka cinta itu akan muncul bersama adanya
kecocokan dan rasa nyaman yang dapat terjalin dalam hubungan tersebut.
Salah satu jenis atau tipe cinta
adalah cinta romantis yaitu mereka yang memiliki cinta romantis akan terikat
secara emosional dan adanya gairah satu sama yang lain dalam hubungan. Syarat
adanya cinta romantis adalah munculnya keintiman dan gairah dalam menjalin
hubungan khusus. Selain itu, karena mereka juga sudah memiliki ikatan batin
yang kuat. Adapun karakteristik cinta yaitu adanya kelekatan secara fisik dan
emosional: timbul perasaan ingin selalu dekat, dan merasa rindu saat lama tidak
saling berjumpa. Perhatian selau timbul karena adanya keinginan untuk
memperhatikan segala tingkah laku dan hal-hal yang disukainya. Hubungan yang
intim akan timbul kedekatan dan intensitas keinginan bertemu yang semakin
besar.
Komitmen dalam
sebuah hubungan akan memunculkan masalah−masalah yang akan di hadapi. Namun,
apakah ada perbedaan masalah antara komitmen dalam hubungan cinta romantis dan
dalam persahabatan? Oleh karena itu kami akan membuat penelitian tentang “perbedaan masalah antara komitmen dalam
hubungan cinta romantis dan dalam persahabatan”.
- Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan masalah antara komitmen dalam hubungan cinta romantis
dan dalam persahabatan?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan penelitian yang kami lakukan adalah untuk
mengetahui adanya perbedaan masalah antara komitmen dalam hubungan berpacaran dan dalam persahabatan.
D.
Manfaat
Kami
berharap dengan adanya penelitian ini
pembaca dapat mengetahui adanya perbedaan
masalah antara komitmen dalam hubungan berpacaran dan dalam persahabatan.
.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.
Cinta
1.1 Pengertian
Cinta
Secara psikologis cinta adalah
sebuah perilaku manusia yang emosional di mana wujudnya adalah tanggapan atau
reaksi emosional seseorang terhadap rangsangan tertentu. Dalam hal ini cinta
dipengaruhi oleh interaksi antara pecinta dengan lingkungannya, kemampuan
pecinta tersebut, serta tipe dan kekuatan unsur pendorongnya.
Adapun pengertian cinta menurut
para ahli, yaitu :
1.
Dalam kamus psikologi
(James Drever dalam Harianto) memaparkan bahwa love (cinta) itu merupakan
perasaan khusus yang menyangkut kesenangan menyangkut obyek.
2.
Ashley Montagu
memandang cinta sebagai sebuah perasaan memperhatikan, menyayangi dan menyukai
yang mendalam yang biasanya disertai dengan rasa rindu dan hasrat terhadap sang
objek.
3.
Abraham Maslow
mengutarakan pendapatnya tentang cinta, dia menyatakan bahwa cinta adalah suatu
proses aktualisasi diri yang bisa membuat orang melahirkan tindakan-tindakan
produktif dan kreatif. Dengan cinta seseorang akan mendapatkan kebahagiaan bila
mampu membahagiakan orang yang dicintainya.
4.
Elaine dan William
Waster, memandang cinta sebagai suatu keterlibatan yang sangat dalam yang
diasosiasikan dengan timbulnya rangsangan fisiologis yang kuat dan diiringi
dengan perasaan untuk mendambakan pasangan dan keinginan untuk memuaskan
tersebut melalui pasangannya itu. Sedangkan Sigmun Freud menyatakan bahwa cinta
itu ,merupakan dorongan seksual yang terpendam.
5.
Erich Fromm juga
mendefenisikan cinta sebagai sesuatu yang aktif yang dapat memecahkan tembok
yang memisahkan manusia dari teman-temannya, yang dapat menyatukannya dengan
yang lain. Menurutnya konsep cinta itu terdiri dari empat unsure yaitu:
a.
Care (perhatian);
sangat diperlukan dalam prilaku yang disebut cinta agar dapat memahami
kehidupan, perkambangan maju mundur, baik burut, dan bagaimana kesejahteraan
objek yang dicintai.
b.
Responsibility (tanggung
jawab); tanggung jawab diperlukan dalam menjalin hubungan. Sebab tanpa adanya
tanggung jawab tidak akan ada pembagian yang seimbang. Tanggung jawab disini
bukanlah untuk mendikte objek yang dicintai sekehendak kita, tapi bagaimana
keterlibatannya dalam kehidupan objek yang dicintai.
c.
Respect (hormat);
hal ini menekankan bagaimana menghargai dan menerima objek yang dicintai apa
adanya dan tidak bersikap sekehandak hati.
d.
Knowledge (pengetahuan);
pengetahuan diperlukan guna mengetahui seluk beluk yang dicintai. Dengan
demikian kita dapat membidik target yang kita incar, dengan kata lain tak kenal
maka tak sayang. Bila objek yang kita bidik itu adalah manusia, maka harus kita
kenali dan pahami bagaiman kepribadiannya, latar belakang yang membentuknya,
dan kecendrungan dirinya.
Cinta merupakan suatu emosi positif
yang paling intens dan paling diinginkan oleh setiap orang. Kelley (dalam
Sternberg, 1987) mendefinisikan cinta sebagai:
“positive
feeling and behaviors, and commitment to the stability of the force that affect
an ongoing relationship.” (Kelley, dalam
Sternberg, 1987)
Menurut definisi di atas, cinta adalah suatu
perasaan dan tingkah laku yang positif, serta komitmen yang dimiliki seseorang
guna menjaga kestabilan perasaan dan tingkah lakunya yang dapat mempengaruhi
hubungan yang sedang dijalani. Untuk memahami dan menguraikan cinta secara
mendalam, Sternberg (1987) memformulasikan sebuah model berkenaan dengan cinta.
Teori ini dinamakan sebagai Triangular Theory of Love atau teori triangulasi
cinta yang menjelaskan bahwa cinta dapat dipahami melalui tiga komponen yaitu
intimacy, passion, dan commitment. Pendekatan yang menunjukkan bahwa ada
berbagai jenis cinta dan masing-masing terdiri dari kombinasi yang berbeda dari
variabel kognitif dan afektif, yang ditentukan dalam hal gairah, keintiman, dan
komitmen. Model, yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 “Triangular Model of Love”,
menunjukkan bahwa hanya cinta yang sempurna memiliki tiga komponen (dan mungkin
hanya dialami dalam hubungan romantis terbaik), sedangkan jenis lain dari cinta
yang terdiri dari hanya satu atau dua dari tiga komponen. Misalnya, orang-orang
yang berteman baik mungkin memiliki rasa suka (keintiman) saja atau mungkin
sudah saling kenal begitu lama bahwa mereka juga berbagi komitmen untuk
masing-masing (cinta companionate). Demikian pula, mitra yang awalnya
berpacaran mungkin hanya akan tergila-gila satu sama lain (passion saja) atau
mungkin mengalami cinta romantis (baik semangat dan menyukai tetapi tidak
komitmen).

Gambar 2.1 Triangular Model of Love
Menurut Teori Segitiga Sternberg,
cinta terdiri dari tiga aspek, yaitu keintiman, gairah, dan komitmen. Cinta
yang sempurna adalah cinta yang memenuhi dari ketiga aspek tersebut.
1. Gairah
(passion) cenderung terjadi pada awal hubungan, relatif cepat dan kemudian
beralih pada tingkat yang stabil sebagai hasil pembiasaan.
2. Keintiman
(intimacy) relatif lebih lambat dan kemudian secara bertahap bermanifestasi
sebagai meningkatkan ikatan interpersonal. Perubahan keadaan dapat mengaktifkan
keintiman, yang dapat menyebabkan intimacy menurun atau justru semakin naik.
3. Komitmen
(commitment) meningkat relatif lambat pada awalnya, kemudian berjalan cepat,
dan secara bertahap akan menetap. Ketika hubungan gagal, tingkat komitmen
biasanya menurun secara bertahap dan hilang.
Komitmen adalah elemen kognitif,
berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan
bersama. Komitmen yang sejati adalah komitmen yang berasal dari dalam diri,
yang tidak akan luntur walaupun menghadapi berbagai rintangan dan ujian yang
berat dalam perjalanan kehidupan cintanya. Adanya rintangan dan godaan justru
menjadi pemicu bagi masing-masing individu untuk membuktikan ketulusan
cintanya. Komitmen akan terlihat dengan adanya upaya-upaya tindakan cinta (love
behavior) yang cenderung meningkatkan rasa percaya, rasa diterima, merasa
berharga dan merasa dicintai. Dengan demikian, komitmen akan mempererat dan
melanggengkan kehidupan cinta sampai akhir hayat.
Berdasarkan ketiga aspek tersebut,
ternyata tidak semua orang memenuhi syarat sebuah cinta yang sempurna. Bisa
saja mereka hanya memenuhi satu atau dua dari tiga aspek tersebut. Stenberg
membagi cinta dalam beberapa jenis berdasarkan aspek mana yang terpenuhi. Jenis
jenis cinta tersebut, yaitu :
1. Menyukai
(Liking) dalam hal ini tidak diartikan dengan sepele. Sternberg mengatakan
bahwa menyukai dalam hal ini adalah ciri persahabatan sejati, di mana seseorang
merasakan keterikatan, kehangatan, dan kedekatan dengan yang lain tetapi tidak
intens dalam hal gairah atau komitmen jangka panjang. Syarat adanya sifat
menyukai adalah terpenuhinya intimacy.
2. Cinta
gila (Infatuated love) sering dirasakan sebagai “cinta pada pandangan pertama.”
Tapi tanpa aspek keintiman dan komitmen pada cinta, cinta gila mungkin akan
menghilang tiba-tiba. Syarat adanya cinta gila adalah munculnya intimacy dan
commitment.
3. Cinta
kosong (Empty love). Kadang-kadang, cinta muncul tanpa ada perasaan keintiman
dan gairah dan itu disebut dengan cinta kosong. Tipe cinta ini hanya ada
perasaan untuk berkomitmen tanpa ada keintiman dan gairah diatara mereka.
Biasanya ini muncul ketika ada budaya perjodohan dan sering diawali dengan tipe
cinta kosong.
4. Cinta
romantis (romantic love). Mereka yang memiliki cinta romantis akan terikat
secara emosional dan adanya gairah satu sama lain. Syarat adanya cinta romantis
adalah munculnya intimacy dan passion (gairah).
5. Pasangan
cinta (Companionate love) sering ditemukan dalam pernikahan, di mana gairah
sudah tidak nampak lagi, tetapi kasih sayang yang mendalam dan komitmen masih
tetap ada. Companionate love umumnya merupakan hubungan antara Anda dengan
seseorang yang hidup bersama, tetapi tanpa hasrat seksual atau fisik. Ini lebih
kuat dari persahabatan karena dalam hubungan ini ada unsur komitmen. Salah satu
contoh cinta yang ada dalam sebuah keluarga adalah
bentuk companionate love, juga mereka yang menghabiskan banyak waktu bersama
namun tidak ada hubungan seksual dan gairah disana.
6. Cinta
bodoh (Fatuous love) dapat dicontohkan saat pacaran dan pernikahan dalam
kerenggangan, di mana cinta masih ada komitmen dan gairah, tanpa ada pengaruh
keintiman seperti keterikatan, kehangatan, dan kedekatan.
7. Cinta
yang sempurna (Consummate love) adalah bentuk lengkap dari sebuah cinta. Ini
adalah tipe yang ideal dan banyak orang ingin mencapainya. Sternberg
mengingatkan, mempertahankan cinta yang sempurna mungkin lebih sulit daripada
mencapainya. Cinta yang sempurna mungkin tidak permanen. Misalnya, jika gairah
hilang dari waktu ke waktu, mungkin berubah menjadi cinta companionate.
2. Pacaran
2.1
Definisi
Pacaran
Menurut DeGenova & Rice (2005)
pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan
melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama
lain. Menurut Bowman (1978) pacaran adalah kegiatan bersenang-senang antara
pria dan wanita yang belum menikah, dimana hal ini akan menjadi dasar utama
yang dapat memberikan pengaruh timbal balik untuk hubungan selanjutnya sebelum
pernikahan di Amerika.
Benokraitis (1996) menambahkan
bahwa pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya
dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau
tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam
Bowman, 1978), pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan
meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh
kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis).
Kyns (1989) menambahkan bahwa
pacaran adalah hubungan antara dua orang yang berlawanan jenis dan mereka
memiliki keterikatan emosi, dimana hubungan ini didasarkan karena adanya
perasaan-perasaan tertentu dalam hati masing-masing. Menurut Reiss (dalam
Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria dan wanita yang
diwarnai keintiman. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004), keintiman
meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan
informasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure)
menjadi elemen utama dari keintiman.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan
di atas, dapat disimpulkan bahwa pacaran adalah serangkaian aktivitas bersama
yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa kepemilikan dan keterbukaan diri)
serta adanya keterikatan emosi antara pria dan wanita yang belum menikah dengan
tujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain
sebagai pertimbangan sebelum menikah.
2.2 Karakteristik Pacaran
Pacaran merupakan fenomena yang
relatif baru, sistem ini baru muncul setelah perang dunia pertama terjadi. Hubungan
pria dan wanita sebelum munculnya pacaran dilakukan secara formal, dimana pria
datang mengunjungi pihak wanita dan keluarganya (dalam DeGenova & Rice,
2005).
Menurut DeGenova & Rice (2005),
proses pacaran mulai muncul sejak pernikahan mulai menjadi keputusan secara
individual dibandingkan keluarga dan sejak adanya rasa cinta dan saling
ketertarikan satu sama lain antara pria dan wanita mulai menjadi dasar utama
seseorang untuk menikah.
Pacaran saat ini telah banyak
berubah dibandingkan dengan pacaran pada masa lalu. Hal ini disebabkan telah
berkurangnya tekanan dan orientasi untuk menikah pada pasangan yang berpacaran
saat ini dibandingkan sebagaimana budaya pacaran pada masa lalu (dalam DeGenova
& Rice, 2005). Tahun 1700 dan 1800, pertemuan pria dan wanita yang
dilakukan secara kebetulan tanpa mendapat pengawasan akan mendapat hukuman.
Wanita tidak akan pergi sendiri untuk menjumpai pria begitu saja dan tanpa memilih-milih.
Pria yang memiliki keinginan untuk menjalin hubungan dengan seorang wanita maka
ia harus menjumpai keluarga wanita tersebut, secara formal memperkenalkan diri
dan meminta izin untuk berhubungan dengan wanita tersebut sebelum mereka dapat melangkah
ke hubungan yang lebih jauh lagi. Orangtua memiliki pengaruh yang sangat kuat,
lebih dari yang dapat dilihat oleh seorang anak dalam mempertimbangkan keputusan
untuk sebuah pernikahan.
Tidak ada jaminan apakan hubungan
pacaran yang dibina akan berakhir dalam pernikahan, karena dalam berpacaran
tidak ada komitmen untuk melanjutkan hubungan tersebut ke jenjang yang lebih
tinggi. Menurut Newman & Newman (2006), faktor utama yang menentukan apakah
suatu hubungan pacaran dapat berakhir dalam ikatan pernikahan ialah tergantung
pada ada atau tidaknya keinginan yang mendasar dari diri individu tersebut
untuk menikah.
Murstein (dalam Watson, 2004) mengatakan
bahwa pada saat seorang individu menjalin hubungan pacaran, mereka akan menunjukkan
beberapa tingkah laku seperti memikirkan sang kekasih, menginginkan untuk
sebanyak mungkin menghabiskan waktu dengan kekasih dan sering menjadi tidak
realistis terhadap penilaian mengenai kekasih kita. Menurut Bowman &
Spanier (1978), pacaran terkadang memunculkan banyak harapan dan pikiran-pikiran
ideal tentang diri pasangannya di dalam pernikahan. Hal ini disebabkan karena
dalam pacaran baik pria maupun wanita berusaha untuk selalu menampilkan
perilaku yang terbaik di hadapan pasangannya. Inilah kelak yang akan
mempengaruhi standar penilaian seseorang terhadap pasangannya setelah menikah.
2.3
Komponen
Pacaran
Menurut Karsner (2001) ada empat
komponen penting dalam menjalin hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen
tesebut dalam hubungan akan mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan
pacaran yang dijalani.
Adapun komponen-komponen pacaran
tersebut, antara lain:
a.
Saling Percaya (Trust
each other)
Kepercayaan dalam suatu hubungan akan
menentukan apakah suatu hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan.
Kepercayaan ini meliputi pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang
sedang dilakukan oleh pasangannya.
b.
Komunikasi (Communicate
your self)
Komunikasi merupakan dasar dari
terbinanya suatu hubungan yang baik (Johnson dalam Supraktik, 1995). Feldman
(1996) menyatakan bahwa komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar
informasi tentang dirinya terhadap rang lain.
c.
Keintiman (Keep the
romance alive)
Keintiman merupakan perasaan dekat
terhadap pasangan (Stenberg dalam Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya
terbatas pada kedekatan fisik saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa
kepemilikan terhadap pasangan juga merupakan bagian dari keintiman. Oleh karena
itu, pacaran jarak jauh juga tetap memiliki keintiman, yakni dengan adanya
kedekatan emosional melalui kata-kata mesra dan perhatian yang diberikan
melalui sms, surat atau email.
d.
Meningkatkan komitmen
(Increase Commitment)
Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988)
komitmen lebih merupakan tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan
sesuatu atau seseorang dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir.
Individu yang sedang pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan
pria atau wanita lain selama ia masih terikat hubungan pacaran dengan
seseorang.
3. Persahabatan
3.1
Konsep
Persahabatan Secara Umum
Ada pepatah dalam bahasa Inggris
berbunyi, “A friend in need is a friend indeed”, yang mengandung makna bahwa
seorang sahabat akan hadir di saat-saat yang dibutuhkan untuk saling membantu
dan berbagi satu sama lain. Seorang sahabat juga akan memberikan pujian dan
penghargaan atas keberhasilan sahabatnya dan saling menguatkan serta saling
menyemangati di setiap kegagalan yang dihadapi sahabatnya. Seorang sahabat
senantiasa mencurahkan isi hati dan pemikirannya serta akan selalu setia
berdiri di pihak sahabatnya (Berndt, 2002, hal.7).
Sudo (2011, hal.88) mengutip
definisi sahabat dari tiga kamus besar bahasa Jepang berikut ini. Secara umum,
sahabat menunjuk pada teman akrab yang dapat dipercaya; teman yang berhubungan
baik dengan diri kita (menurut kamus Jepang Kojien), teman yang saling
memaafkan; teman yang paling akrab (menurut kamus Jepang Daijisen), teman yang
saling mempercayai; teman yang berhubungan paling baik dengan diri kita
(menurut kamus Jepang Daijirin).
Menurut Sudo (2011, hal.88),
berdasarkan ketiga definisi di atas, sahabat menunjuk pada teman yang secara
khusus bergaul secara akrab dengan diri kita di antara teman-teman lain yang
kita miliki dan dipahami sebagai suatu sosok yang hadir untuk dapat dipercayai secara
mendalam dan menyeluruh serta saling memaafkan satu sama lain. Dengan adanya
kehadiran seorang sahabat, manusia dapat mengetahui kegembiraan dari sikap
saling pengertian dengan orang lain dan dapat melepaskan diri dari perasaan
kesepian.
Menurut Desmita (2009, hal.227),
salah satu karakteristik dari pola hubungan anak usia sekolah dengan teman
sebayanya adalah munculnya keinginan untuk menjalin hubungan pertemanan yang
lebih akrab atau yang dalam kajian psikologi pertemanan disebut dengan istilah
friendship (persahabatan). Jadi, persahabatan lebih dari sekedar pertemanan
biasa.
Menurut Santrock (2008), “di awal
masa remaja, para remaja umumnya lebih memilih untuk memiliki persahabatan
dalam jumlah lebih sedikit yang lebih mendalam dan lebih akrab daripada
anak-anak di usia yang lebih muda” (hal.434).
Menurut Dariyo (2004, hal.127-128),
persahabatan merupakan hubungan emosional antara dua individu atau lebih, baik
antara sejenis maupun berbeda jenis kelamin, yang didasari saling pengertian,
menghargai, mempercayai antara satu dan yang lainnya. Hal yang membuat mereka
mengadakan hubungan yang akrab adalah unsur komitmen, yaitu tekad untuk
mempertahankan ikatan emosional itu.
Menurut Craighead & Nemeroff
(2004, hal.381), persahabatan adalah hubungan yang penting dalam semua
kebudayaan dan sepanjang rentang kehidupan yang memiliki karakteristik sebagai
berikut: (1) hubungan dyadic; (2) adanya unsur perhatian dan kepedulian
(afeksi) yang saling berbalasan (hubungan timbal-balik); (3) bersifat sukarela;
(4) bersifat egalitarian; (5) sebagai kawan dalam melakukan kegiatan
bersama-sama. Persahabatan memiliki fungsi antara lain: menyediakan sumber
dukungan dan kesempatan bagi individu untuk penyingkapan diri dan keakraban.
Menurut Gea, dkk (2005, hal.194),
hubungan kedekatan satu sama lain tentu jauh lebih terasa lagi dalam hubungan
yang disebut persahabatan. Seorang sahabat adalah mitra untuk mengerjakan
sesuatu dan menghabiskan waktu bersama-sama, juga tempat berpaling di saat kita
membutuhkan bantuan dan kepada siapa kita ingin berbagi beban dan kesuksesan.
Seorang sahabat adalah seseorang yang tertawa dan menangis bersama kita, kadang
juga menjadi tempat minta nasehat dan dukungan fisik, serta sebagai curahan isi
hati. Semuanya itu terjadi karena kepercayaan satu sama lain sudah tumbuh dan
berkembang sedemikian rupa. Perasaan menyatu atau senasib sepenanggungan dengan
sahabat karib, hubungan keakraban yang sedemikian mengental antara mereka,
tidak jarang melebihi kedekatan hubungan antara saudara kandung sendiri. Tidak
jarang seorang sahabat rela mengorbankan apa saja, bahkan dirinya sendiri, demi
sahabatnya. Persahabatan memang memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan
manusia.
Kita membutuhkan kehadiran
teman-teman yang cukup dekat dengan kita, yang mau membantu dan mendukung
kemajuan kita. Persahabatan merupakan tempat yang aman bagi kita, tempat
bernaungnya segala rahasia terdalam dan kelemahan terparah kita, yang tidak
akan pernah digunakan untuk menyerang kita. Kehadiran sahabat kita rasakan,
baik dalam suka maupun duka, maupun kehadiran yang jauh lebih berarti adalah
ketika kita sedang mengalami kesulitan. Sahabat menjadi orang pertama tempat
kita berbagi beban, orang kepada siapa kita dapat berharap sesuatu yang kita
perlukan. Sahabat tidak akan mengecewakan kita sebagaimana kita juga tak akan
mengecewakan sahabat. Persahabatan di masa remaja jauh lebih berarti daripada
yang terjalin pada tahapan usia lainnya. Para sahabat akan mendampingi kita
melewati begitu banyak peristiwa penting dalam hidup kita. Sahabat adalah
bagian dari hidup kita (Gea, dkk., 2005, hal.197).
Apabila persahabatan yang dibangun
sejak masa remaja dapat dipertahankan sampai mereka mencapai dewasa,
persahabatan akan membuat kedekatan emosional antar individu menganggap
temannya bukan lagi sebagai sahabat, melainkan saudara sendiri. Hubungan ini
berarti makin mendalam, lebih dari sekedar teman (Dariyo, 2004, hal.130).
Lebih lanjut, Damon (dalam Dariyo,
2004, hal.128-130), membagi tiga tahap perkembangan persahabatan sebagai
berikut.
a. Persahabatan
sebagai Teman dalam Kegiatan Bermain (Friendship as Handy Playmate)
Anak-anak
awal (early childhood) usia 4-7 tahun, biasanya memerlukan teman untuk
melakukan kegiatan bermain. Di sini persahabatan terjadi karena adanya
persamaan kepentingan (kebutuhan) bahwa masing-masing individu memerlukan teman
bermain. Masing-masing individu dapat bertemu dan saling bertukar atau
meminjamkan alat permainan, lalu mereka bermain bersama atau bermain
sendiri-sendiri dalam waktu yang sama. Jenis persahabatan ini tidak dapat
dipertahankan dalam waktu yang lama (temporer) apabila masing-masing anak tidak
dapat memenuhi kebutuhan temannya atau terjadi konflik karena adanya kecurangan
yang dilakukan seorang anak, misalnya mengambil dan memiliki barang mainan dari
temannya.
b. Persahabatan
sebagai Upaya untuk Saling Membantu dan Saling Mempercayai antara Satu dan yang
Lain (Friendship as Mutual Trust and Assistance)
Anak-anak
tengah (middle childhood) usia 8-10 tahun mempunyai konsep persahabatan yang
lebih mendalam dibandingkan dengan anak-anak awal (anak prasekolah). Mereka
mengatakan bahwa persahabatan terjadi karena masing-masing anak memiliki rasa
percaya dan dapat memberi bantuan kepada anak yang membutuhkannya.
c. Persahabatan
sebagai Suatu Kehidupan Relasi yang Diwarnai dengan Keakraban dan Kesetiaan
(Friendship as Intimacy and Loyalty)
Menurut
Damon, jenis persahabatan ini berlangsung pada individu yang berusia antara
11-15 tahun. Anak remaja beranggapan bahwa unsur keakraban ataupun kesetiaan
merupakan hal yang sangat penting guna membangun dan mempertahankan
persahabatan. Seorang remaja yang bersahabat dengan remaja lain, biasanya
memperlihatkan keakraban, hangat, terbuka, dan komunikatif. Mereka bersedia
mencurahkan perasaan, pengalaman, atau pemikiran kepada yang lainnya karena
masing-masing percaya bahwa temannya dapat menyimpan rahasia pengalaman
tersebut dan tidak mungkin melakukan pengkhianatan terhadap yang lain.
Kail & Cavanaugh (2004,
hal.278) menyatakan bahwa teman tidak hanya berperan sebagai kawan bermain;
mereka adalah sumber informasi penting di mana anak-anak belajar dari
teman-teman mereka dan dapat beralih pada mereka untuk meminta dukungan pada
saat-saat sulit dan stres. Persahabatan adalah salah satu cara penting di mana
teman-teman sebaya mempengaruhi perkembangan anak-anak.
Sullivan (dalam Santrock, 2003,
hal.230) beranggapan bahwa peran yang dimainkan oleh hubungan persahabatan pada
proses sosialisasi kemampuan sosial adalah sebagai sumber dukungan yang
penting. Sullivan menggambarkan bagaimana teman remaja saling mendukung harga
diri masing-masing. Seseorang dapat mengungkapkan rasa ketidakamanan dan
ketakutan mereka kepada temannya tanpa merasa malu. Teman juga bertindak
sebagai orang kepercayaan yang penting yang menolong remaja melewati berbagai
situasi yang menjengkelkan (seperti kesulitan dengan orang tua atau putus pada
hubungan romantis) dengan menyediakan baik dukungan emosi dan nasihat yang
memberikan informasi (Savin-Williams & Berndt, 1990). Sebagai tambahan,
teman dapat menjadi rekan kerja yang aktif dalam membangun kesadaran atas
identitasnya. Dalam berbagai percakapan yang tak terbilang, teman bertindak
sebagai papan pengeras suara pada saat remaja menggali masalah-masalah mulai
dari rencana masa depan hingga sikap seseorang terhadap berbagai masalah.
Santrock (2003, hal.230) menyatakan
bahwa, dalam konteks persahabatan, keakraban dapat diartikan secara luas
meliputi segala sesuatu dalam persahabatan yang membuat hubungan terlihat lebih
dekat atau mendalam. Keakraban dalam persahabatan (intimacy in friendship)
secara sempit diartikan sebagai pengungkapan diri atau membagi
pemikiran-pemikiran pribadi. Pengetahuan yang mendalam dan pribadi tentang
teman juga digunakan sebagai ukuran keakraban (Selman, 1980; Sullivan, 1953).
Keakraban ini menjadi dasar bagi
relasi anak dengan sahabat. Karena kedekatan ini, anak mau menghabiskan
waktunya dengan sahabat dan mengekspresikan afek yang lebih positif terhadap
sahabat dibandingkan dengan yang bukan sahabat dan bersedia mengungkapkan
dirinya secara terbuka. (Desmita, 2009, hal.227). “Timbulnya keakraban dalam
hubungan persahabatan remaja berarti bahwa teman juga hadir sebagai sumber
dukungan sosial dan emosional” (Kail & Cavanaugh, 2004, hal.276).
Ketika para remaja muda ditanyakan
apa yang mereka inginkan dari seorang teman atau bagaimana mereka dapat
mengetahui seseorang merupakan sahabat mereka, mereka sering mengatakan bahwa
sahabat akan membagi masalah dengan mereka, memahami mereka, dan mendengarkan
mereka pada saat mereka berbicara tentang pemikiran dan perasaan mereka sendiri
(Santrock, 2003, hal.230). “Karena para remaja berbagi mengenai pemikiran dan
perasaan pribadi mereka, teman dapat menyediakan dukungan selama masa-masa
sulit dan stress” (Kail & Cavanaugh, 2004, hal.277).
Persahabatan adalah hubungan dimana
dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, dan
menyediakan dukungan emosional (Baron & Bryne, 2006). Persahabatan atau
pertemanan adalah istilah yang menggambarkan perilaku kerja sama dan saling
mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Dalam pengertian ini, istilah
"persahabatan" menggambarkan suatu hubungan yang melibatkan pengetahuan,
penghargaan dan afeksi.
Persahabatan adalah hubungan
emosional antara dua individu atau lebih, baik antara sesama jenis ataupun
berbeda jenis kelamin, yang didasari saling pengertian, menghargai, mempercayai
satu sama lainnya (Dariyo, 2004:127). Sahabat akan menyambut kehadiran
sesamanya dan menunjukkan kesetiaan satu sama lain, seringkali hingga pada
altruisme. Mempunyai selera serupa dan mungkin saling bertemu, serta menikmati
kegiatan-kegiatan yang disukai, atau mungkin terlibat dalam perilaku yang
saling menolong, seperti tukar-menukar nasihat dan saling menolong dalam
kesulitan.
Sahabat adalah orang yang
memperlihatkan perilaku yang berbalasan dan reflektif. Namun bagi banyak orang,
persahabatan seringkali tidak lebih daripada kepercayaan bahwa seseorang atau
sesuatu tidak akan merugikan atau menyakiti kedua belah pihak. Nilai yang
sering kali muncul dalam persahabatan:
a. Kecenderungan
untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain. Semua orang tentu
menginginkan yang terbaik bagi sahabat. Untuk hal itu, maka semua tindakan akan
dilakukan.
b. Simpati
dan empati, seakan merasakan apa yang sedang dirasakan sahabat. Baik sedang
sedih, marah, gembira, jatuh cinta, dll.
c. Kejujuran,
barangkali dalam keadaan-keadaan yang sulit bagi orang lain untuk mengucapkan
kebenaran. Remaja sangat senang berbagi dengan sahabatnya. Banyak hal yang
berusaha ditutupi dari orang lain tapi para remaja tunjukkan kepada sahabatnya.
d. Saling
pengertian. Saling memahami keadaan satu sama lain. Memiliki toleransi dengan
batasan-batasan tertentu, misal tidak mengusik kepercayaan/ keimanan dari
sahabat.
Seringkali ada anggapan bahwa
sahabat sejati sanggup mengungkapkan perasaan-perasaan yang terdalam, yang
mungkin tidak dapat diungkapkan, kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat
sulit, ketika seorang sahabat datang untuk menolong. Dibandingkan dengan
hubungan pribadi, persahabatan dianggap lebih dekat daripada sekadar kenalan,
meskipun dalam persahabatan atau hubungan antar kenalan terdapat tingkat
keintiman yang berbeda-beda.
3.2
Fungsi
Persahabatan
Menurut Gottman dan Parker (1987)
yang dikutip Santrock (dalam Dariyo, 2004, hal.130-131) menyatakan bahwa ada
enam fungsi persahabatan berikut ini.
a. Pertemanan
(companionship). Persahabatan akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk
menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan
suatu aktivitas. Sebagai teman, berarti seseorang harus menyediakan dan
mengorbankan diri dari segi waktu, tenaga, dan mungkin biaya secara sukarela
demi kebaikan bersama.
b. Stimulasi
kompetensi (stimulation). Pada dasarnya, persahabatan akan memberikan
rangsangan seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya karena memperoleh
kesempatan dalam situasi sosial. Artinya, melalui persahabatan, seseorang
memperoleh informasi yang menarik, penting, dan memacu potensi, bakat ataupun
minat agar berkembang dengan baik.
c. Dukungan
fisik (physical support). Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman,
akan menumbuhkan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang
menghadapi suatu masalah. Kehadiran secara fisik menunjukkan kerelaan untuk
menyediakan waktu, tenaga ataupun pertolongan yang dapat membangkitkan semangat
hidup. Itulah sebabnya orang yang sakit memerlukan perhatian dan kasih sayang
dari teman atau sahabat walaupun sudah ditunggui atau dijenguk sanak
saudaranya.
d. Dukungan
ego (ego support). Walaupun dianggap sebagai seorang ahli, adakalanya seseorang
akan merasa stres, down, atau tidak bersemangat ketika sedang menghadapi suatu
permasalahan yang cukup berat. Seolah-olah keahliannya tidak berarti apa-apa
ketika menghadapi masalah tersebut. Oleh karena itu, persahabatan menyediakan
perhatian dan dukungan ego bagi seseorang. Apa yang dihadapi seseorang juga
dirasakan, dipikirkan, dan ditanggung oleh orang lain (sahabatnya). Dengan
perhatian tersebut, akhirnya dan biasanya, seseorang memiliki kekuatan moral
dan semangat hidup untuk dapat mengatasi masalahnya dengan sebaik-baiknya.
Bahkan ada pula, dengan perhatian sedikit, seseorang menjadi giat dan
termotivasi untuk segera menuntaskan masalah tersebut.
e. Perbandingan
sosial (social comparison). Persahabatan menyediakan kesempatan secara terbuka
untuk mengungkapkan ekspresi kapasitas, kompetensi, minat, bakat, dan keahlian
seseorang. Dalam konteks interaksi sosial persahabatan, seseorang ingin
diterima, dihargai, diakui, dan dipercayai sebagai seseorang yang kompeten.
Akan tetapi, dalam persahabatan tersebut, masing-masing juga tidak akan mencela
kelemahan-kelemahan orang lain. Justru dengan demikian, seseorang akan
membandingkan dirinya dengan orang lain. Artinya, orang lain sebagai cermin
bagi seseorang, apakah dirinya memiliki kemampuan yang lebih atau kurang kalau
dibandingkan dengan orang lain. Bila seseorang menyadari kekurangan, ia akan
dapat belajar dan meningkatkan diri supaya menyamai atau lebih tinggi
dibandingkan dengan orang lain. Dengan demikian, persahabatan memberi stimulasi
yang positif bagi pengembangan pribadi seseorang.
f. Intimasi/afeksi
(intimacy/affection). Tanda persahabatan yang sejati adalah adanya ketulusan,
kehangatan, dan keakraban antara satu dan yang lain. Masingmasing individu,
tidak ada maksud ataupun niat untuk mengkhianati orang lain karena mereka
saling percaya, menghargai, dan menghormati keberadaan orang lain. Baik ketika
bersama maupun ketika sendiri, masing-masing individu yang bersahabat merasakan
kedekatan, kepercayaan, dan penerimaan dalam kelompok sosial. Walaupun ada
perbedaan-perbedaan pemikiran, sikap ataupun perilaku, perbedaan itu menjadi
dasar untuk merasa saling membutuhkan dukungan emosional dan dukungan sosial
supaya tetap terjalin keakraban, kehangatan, dan keintiman.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
- Jenis
Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam
penelitian kualitatif, yaitu suatu pendekatan
yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan
data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di
tempat penelitian (McMillan & Schumacher, 2003). Penelitian kualitatif juga
bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh
melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya ( Strauss & Corbin,
2003). Sekalipun demikian, data yang dikumpulkan dari penelitian kualitatif
memungkinkan untuk dianalisis melalui suatu penghitungan.
Menurut (Sugiono, 2009:15), metode penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositifsime, digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sample
sumber dan data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan
data dilakukan dengan triangulasi (gabungan) analisis data bersifat induktif /
kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna
daripada generalisasi.
Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian
naturalistic (naturalistic research), karena penelitian dilakukan dalam kondisi
yang alamiah (natural setting).
Pada penelitian ini, peneliti
meneliti perbedaan masalah cinta dan komitmen pada orang yang menjalin hubungan
berpacaran dan persahabatan dengan metode kualitatif dengan wawancara mendalam.
- Subjek Penelitian
Subjek penelitian menurut Amirin
(1989) merupakan seseorang atau sesuatu yang
mengenainya ingin diperoleh keterangan, sedangkan Suharsini Akunto (1989)
memeberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data
untuk variabel penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan. Dari kedua batasan
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan subjek penelitian
adalah individu, benda atau organism yang dijadikan sumber informasi yang
dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Atau seperti yang diajukan
Kerlinger (1978) bahwa subjek penelitian itu adalah responden, yaitu orang yang
memberi respon atas suatu perlakuan yang diberikan kepadanya. Maka subjek dalam
penelitian ini adalah 10 mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, yang masing masing
5 mahasiswa sedang menjalin hubungan berpacaran dan 5 mahasiswa sedang menjalin
hubungan persahabatan. Dalam penelitian ini kami menggunakan teknik wawancara
untuk mengumpulkan data, sehingga kami terus mencari subjek sampai ditemukannya
titik jenuh.
- Teknik
Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data atau
informasi, keterangan dan data-data yang diperlukan, peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut :
- Wawancara
Menurut Maleong (2005) dalam buku Herdiansyah (2010:
118) menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (yang mengajukan pertanyaan)
dan narasumber (yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut). Dalam
penelitian ini, peneliti melakukan kegiatan wawancara terhadap orang-orang yang
terlibat langsung dalam hubungan berpacaran dan persahabatan. Wawancara pada
penelitian ini dilakukan secara mendalam dengan wawancara terencana, yaitu
peneliti melakukan wawancara dengan subjek penelitian sesuai bahan pertanyaan
yang telah disiapkan oleh peneliti.
- Analisis
Data
Teknik
analisa data yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan analisis data adalah
dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif yaitu dengan cara :
- Menelaah seluruh data yang
telah terkumpul melalui pengamatan dan wawancara (interview).
Dalam menelaah data dilakukan secara deskriptif dan reflektif. Deskriptif
yaitu menerangkan gambaran mengenai kondisi/keadaan pada saat melakukan
penelitian seobjektif mungkin, sedangkan Reflektif yaitu menerangkan objek
penelitian yang kita teliti secara lebih mendalam dengan menambahkan
intrepretasi dan persepsi terhadap objek yang diteliti/sedang dikaji.
- Melakukan reduksi data, yaitu
menyeleksi data dengan memilih yang penting-penting saja sehingga
rangkuman inti dari penelitian tersebut tetap berada didalamnya dan hasil
penelitian yang diteliti akan lebih fokus.
- Kategorisasi yaitu
mengelompokkan data sesuai kategori dengan menyesuaikan objek kajian yang
akan dianalisa (variable independent) yang diperlukan dari hasil reduksi.
- Proses
Pengambilan Data
Kode etik dalam penelitian psikologis bukan hanya
bermanfaat untuk melindungi partispan penelitian dari bahaya fisik maupun
psikologis mereka, tetapi juga terhadap penelitian itu sendiri. Berikut kode
etik yang harus diperhatikan oleh peneliti dalam bidang psikologi :
1.
Inform Consent
Partisipan yang ikut serta dalam penelitian
psikologi diberikan cukup informasi tentang topic penelitian dan prosedur yang
harus mereka ikuti jika mereka bersedia menjadi sukarelawan dalam penelitian
psikologis.
2. Debriefing
Setelah melakukan proses penelitian peneliti segera melakukan
debriefing kepada partisipan. Pertama, Dehoaxing dan kedua desensitizing.
Dehoaxing memiliki arti memberitahu tujuan dan hipotesis sebenarnya penelitian
dilakukan. Sedangkan Desensitizing memiliki arti bahwa peneliti bertanggung
jawab untuk mengurangi stress dan efek negative lainnya yang telah diakibatkan
oleh penelitian.
3. Technical
recording
Peneliti menjelaskan kepada partisipan alat yang
akan digunakan untuk mengobservasi partisipan dan peneliti tidak boleh
mengambil rekaman yang tidak dijinkan oleh partisipan. Peneliti juga tidak bisa
meletakkan alat rekaman di tempat tersembunyi tanpa sepengetahuan partisipan.
4. Confidential
data
Data yang diperoleh dijaga kerahasiaannya
oleh peneliti dan tidak boleh disalahgunakan. Partisipan diperbolehkan
melakukan review ataupun pengeditan pada data tersebut yang akan digunakan
untuk penelitian. Jika peneliti ingin memberikan data tersebut ke peneliti lain
ataupun ke asistennya maka partisipan harus diminta dahulu persetujuannya.
BAB
IV
PEMBAHASAN HASIL
PENELITIAN
Hasil observasi dengan judul problematika cinta dan
persahabatan pada mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya menunjukkan bahwa hubungan
persahabatan lebih penting dibandingkan dengan hubungan pacaran. Observasi ini
lebih difokuskan pada adanya masalah yang sering terjadi pada perbedaan
hubungan antara pacaran dan sahabat, jika dalam hubungan pacaran sering terjadi
masalah yang berhubungan tentang kecemburuan,perhatian dan hal-hal yang lebih
spesifik ke keinginan memiliki, sedangkan dalam hubungan persahabatan jarang
terjadi konflik konflik yang membuat bertengkar. Dalam persahabatan rata-rata
tidak ada komitmen yang mengikat untuk saling mengikat dan memiliki berbeda
dengan hubungan pacaran yang ingin saling memiliki dan mengikat.
Persahabatan adalah hubungan dimana seseorang
bersahabat atau menjalin hubungan pertemanan yang intens dengan orang lain
karena mempunyai kesamaan dalam kebiasaan, kesengan/hobi dan atas dasar
hubungan timbal balik atau adanya rasa saling membutuhkan. Hal ini muncul
karena adanya rasa keakraban dan kesamaan yang di miliki. Setiap orang pasti
mempunyai seorang sahabat meskipun sudah terjalin lama ataupun baru sebentar.
Sahabat itu datang bukan ketika kita dalam keadaan yang senang saja, tetapi
juga ketika kita dalam keadaan ada banyak masalah ia juga akan senantiasa hadir
untuk membantu permasalahan yang sedang kita alami. Selain itu ia juga akan
membantu kita dalam menyelesaikan persoalan tersebut dengan mencari solusinya.
Dalam menjalin hubungan keduanya, akan timbul suatu
komitmen yaitu janji yang diucapkan seseorang pada diri sendiri dan orang lain
dan harus tercermin dalam tindakan atau tingkah laku kita. Munculnya komitmen
didasari atas rasa saling percaya dan pengertian antara keduanya. Hubungan yang
didasari dengan rasa percaya dan saling pengertian maka akan berjalan dengan
baik oleh setiap pasangan cinta dan dalam persahabatan.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari judul di atas yakni problematika komitmen cinta
dan persahabatan di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan masalah antara
komitmen dalam hubungan cinta romantis dan dalam persahabatan adalah lebih
difokuskan pada adanya masalah yang sering terjadi pada perbedaan hubungan antara
pacaran dan sahabat, jika dalam hubungan pacaran sering terjadi masalah yang
berhubungan tentang kecemburuan, perhatian dan hal-hal yang lebih spesifik ke
keinginan memiliki, sedangkan dalam hubungan persahabatan jarang terjadi
konflik konflik yang membuat bertengkar. Dalam persahabatan rata-rata tidak ada
komitmen yang mengikat untuk saling mengikat dan memiliki perbedaan dengan
hubungan pacaran yang ingin saling memiliki dan mengikat.
DAFTAR PUSTAKA
- ETHICAL
PRINCIPLES OF PSYCHOLOGISTS AND CODE OF CONDUCT.2010. USA:American
Psychological Association
- Goodwin,
J. C. (2004) Research in Psychology: Method and Design
(4th ed). Boston : John Willey & Son.
- HIMPSI.
2010.Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: HIMPSI.
- The
girls. (2008) Ethical Issues of The Milgram Experiment. Diambil tanggal 3
November 2011. http://www.associatedcontent.com/article/1175370/ethical_issues_of_the_milgram_experiment_pg3.html?cat=4
- http://www.Sarah’sSite.blogspot.com/read/29/11/2011/tugas-akhir-kode-etik-psikologi.htm